by : ulil abror py
BAB 1. PENDAHULUAN
11. Latar Belakang
Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang diperhatikan di
Indonesia sebab beberapa hasil dari kegiatan pertanian selalu dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mulai dari pangan, sandang,
perumahan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti industri, perumahan,
bangunan, aksesoris, kontruksi dan obat-obatan. Salah satu hasil pertanian yang
sangat bermanfaat sebagai sumber makanan bagi masyarakat adalah tanaman padi.
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman padi ini berasal
dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis.
Tanaman padi merupakan komoditas penting pertama di Indonesia sebab
padi digunakan oleh hampir setiap masyarakat di Indonesia sebagai sumber
makanan pokok yang berupa nasi, oleh sebab itu kebutuhan padi (beras) di
Indonesia semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Untuk
mengatasi hal ini pemerintah melakukan impor beras dari luar negeri, sebab
hasil padi yang didapatkan di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat,
namun peningkatan produksi padi terus diupayakan untuk mengimbangi kenaikan
konsumsi tersebuti. Hama dan penyakit adalah salah satu kendala program
peningkatan produksi padi. Kendala peningkatan akan semakin kompleks akibat
perubahan iklim global. Hama dan penyakit merupakan salah satu cekaman biotik
yang menyebabkan senjang hasil antara potensi hasil aktual dan juga menyebabkan
produksi tidak stabil. Di Asia Tenggara hasil rata-rata padi 3,3ton/ha, padahal
hasil yang bisa dicapai 5,6 ton/ha. Senjang hasil tersebut disebabkan oleh
penyakit sebesar 12,6% dan hama 15,2%.
Salah satu jenis
hama yang meyerang tanaman padi adalah penggerek batang. Penggerek batang adalah hama yang menimbulkan kerusakan dan menurunkan
hasil panen secara nyata. Serangan yang terjadi pada fase vegetatif, adalah
daun tengah atau pucuk tanaman mati karena titik tumbuh dimakan larva penggerek
batang. Pucuk tanaman padi yang mati akan berwarna coklat dan mudah
dicabut.Apabila serangan terjadi pada fase generatif, larva penggerek batang
akan memakan pangkal batang tanaman padi tempat malai berada. Malai akan mati,
berwarna abu-abu dan bulirnya kosong/hampa. Malai mudah dicabutdan pada pangkal
batang terdapat bekas gerekan larva penggerek batang.Penggerek batang padi
terdapat di lahan padi sepanjang tahun dan menyebar di seluruh Indonesia pada
berbagai ekosistem padi yang beragam. Intensitas serangan penggerek batang padi
pada tahun 1998 mencapai 20,5% dan luas daerah yang terserang mencapai 151.577
ha.
Berdasarkan data diatas maka dapat diketahui bahwa
penggerek batang padi adalah salah satu kendala untuk meningkatkan produksi
tanaman padi sehingga diperlukan penanganan dan pengelolahan terhadap hama ini.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah populasi hama penggerek batang
padi adalah menggunakan musuh alami yang berupa parasitoid dan menekan
pertumbuhan larva penggerek batang tersebut. Pada kesempatan kali ini kami
mencoba membuat sebuah alat sederhana berupa alat untuk mengeluarkan prasitoid
dan mencegah larva keluar kelahan pertanian padi. Alat ini terbilang sederhana
karena menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat dan cara pembuatan serta
aplikasinya mudah. Diharapkan adanya alat ini dapat membantu mengurangi
penyebaran populasi penggerek batang padi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan
masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanacara
pemanfaatan alat penyalur keluarnya parasitoid dan mencegah larva penggerek
batang ke lahan pertanian padi?
2.
Bagaimanahasil
penerapan alat penyalur keluarnya parasitoid dan mencegah larva penggerek
batang ke lahan pertanian padi?
3.
Bagaimanakekurangan
dan kelebihan alat penyalur keluarnya parasitoid dan mencegah larva penggerek
batang ke lahan pertanian padi?
1.3
Tujuan
1. Menjadikan mahasiswa lebih
kreatif.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Parasitoid ialah organisme yang menghabiskan sebagian besar riwayat hidupnya
dengan bergantung pada atas di organisme inang
tunggal yang akhirnya membunuh (dan sering mengambil makanan) dalam proses itu.
Kemudian parasitoid mirip dengan parasit khusus kecuali dalam nasib inang tertentu. Dalam
hubungan parasit khusus, parasit dan inang hidup berdampingan tanpa kerusakan
mematikan pada inang. Khasnya, parasit mengambil cukup bahan
makanan untuk tumbuh tanpa mencegah inang berkembang biak. Dalam hubungan
parasitoid, inang dibunuh, normalnya sebelum melahirkan keturunan. Bila
diperlakukan sebagi bentuk parasitisme, istilah nekrotrof kadang-kadang digunakan, meski jarang. Jenis hubungan
ini nampaknya hanya terjadi pada organisme yang memiliki tingkat reproduksi
yang cepat, seperti serangga, atau tungau (jarang). Parasitoid juga sering berkembang
bersama dengan inangnya. Banyak biolog yang menggunakan istilah
parasitoid untuk hanya merujuk pada serangga dengan jenis riwayat hidup seperti
ini, namun beberapa orang berpendapat istilah ini mesti digunakan lebih luas
untuk mencakup nematoda
parasit, kumbang penggerek benih,
bakteri
dan virus
tertentu (mis. bakteriofag) yang semuanya harus menghancurkan inangnya
(Bad’iah, 1992).
Telenomus rowani Ordo : Hymenoptera, Famili : Scelionidae Parasitoid
ini merupakan parasit telur penggerek. Parasitoid meletakkan telur hanya pada 1
telur inang dan berkembang hingga dewasa pada telur tersebut. Sebutir telur
inang cukup untuk menghidupi larva parasitoid hingga dewasa. Siklus dari telur
hingga dewasa barlangsung selama 14 hari. Parasitoid dewasa berumur 2-4 hari.
Betina dapat bertelur 20-40 butir selama hidupnya (Arifin, 1999).
Parasitoid merupakan unsur pengendali populasi hama dan
umumnya bersifat spesifik, sehingga dapat menekan populasi inang pada tingkat
yang lebih rendah. Sifat itulah yang menyebabkan parasitoid lebih sering
digunakan dalam pengendalian hayati dibanding dengan predator (Nurnina, 2004).
Parasitoid
adalah istilah yang digunakan untuk kelompok serangga yang memarasit serangga
lain dan menyebabkan kematian serangga yang diparasit (Godfray 1994). Dalam
perkembangannya parasitoid hanya membutuhkan satu inang, namun ada pula
parasitoid berkembang secara gregarious pada satu inang. Sebagian besar
parasitoid yang digunakan dalam pengendalian hayati tergolong dalam ordo
Hymenoptera dan sebagian kecil adalah Diptera. Famili pada ordo Hymenoptera
yang banyak digunakan dalam pengendalian hayati adalah Famili Braconidae dan
Ichneumonidae (Superfamili Ichneumononidea) dan Famili Eulophidae,
Pteromalidae, Encyrtidae, dan Aphelinidae (Superfamili Chalcidoidea) (Driesche
& Bellows 1996).
Efikasi
parasitoid dalam pengendalian hama dapat dinilai dari parasitisasi parasitoid
tersebut terhadap inangnya. Menurut Godfray (1994) keefektifan parasitoid dapat
dinilai dengan beberapa kriteria, yaitu: (1) mempunyai daya cari yang tinggi
terutama saat populasi inang rendah, (2) kekhususan terhadap inang , (3)
potensi berkembang biak yang tinggi yaitu keperidian dan fertilitas serta
siklus hidup yang pendek, (4) kisaran toleransi terhadap lingkungan yang lebar
dan (5) memiliki kemampuan memarasit terhadap berbagai instar inang.
Lama
perkembangan, lama hidup dan kapasitas reproduksi merupakan parameter penting
untuk mengetahui potensi parasitoid dalam pengendalian hayati. Lama
perkembangan parasitoid adalah waktu yang dibutuhkan sejak telur diletakkan
parasitoid betina sampai pemunculan, sedangkan lama hidup ditentukan sejak
pertama kali muncul sampai parasitoid betina mati. Keperidian diketahui
berdasarkan jumlah keturunan yang dihasilkan parasitoid betina selama hidupnya.
Keperidian yang tinggi dan lama hidup yang pendek merupakan karakter penting
parasitoid sebagai agenpengendali hayati. Sebagahagian besar parasitoid ordo
Hymenoptera merupakan arhenotoki, telur dapat berkembang baik secara
partenogenetik maupun melalui pembuahan. Telur yang dibuahi menjadi diploid dan
berkembang menjadi individu-individu betina dan telur yang tidak dibuahi
menjadi haploid dan berkembang menjadi individu-individu jantan (Clausen 1940).
Menurut stadia
inang yang diserang, dapat dibedakan atas parasitoid telur, parasitoid larva,
parasitoid pupa dan parasitoid imago. Namun ada kategori antara misalnya
parasitoid telur-larva yakni parasitoid yang meletakkan telur pada telur inang
dan menyelesaikan perkembangannya pada stadia larva. Parasitoid ini bersifat
koinobion dan sebaliknya parasitoid idiobion yakni parasitoid yang menyelesaikan
perkembangan pada stadia inang yang diletaki telur (Godfray 1994).
Dalam suatu
populasi kecenderungan betina untuk menghasilkan anak betina lebih banyak
daripada anak jantan akan menguntungkan populasi tersebut. Menurut Charnov et
al. (1981) parasitoid dapat memaksimalkan variasi ukuran inang untuk
alokasi keturunan, telur yang dibuahi atau diploid pada inang yang besar dan
telur yang tidak dibuahi pada inang yang kecil. Beberapa parasitoid soliter,
seleksi inang untuk peletakan telur ditentukan ukuran inang (Kouame &
Mackauer 1991). Parasitoid koinobion, merupakan parasitoid yang inangnya masih
dapat berkembang untuk beberapa lama setelah parasitisasi, seleksi inang tidak
hanya berdasar kualitas inang tetapi juga bagi pertumbuhan dan ketersediaan nutrisi
larva parasitoid (Rivero 2000).
BAB 4. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Populasi
parasitoid Trichogramma spp. dipengaruhi oleh keberadaan inang dan
lingkungan pertanaman (suhu, cuaca, udara). Populasi inang yang rendah
menyebabkan parasitoid tidak dapat berkembang. Demikian pula jika lingkungan
kurang mendukung, parasitoid tidak dapat berperan secara efektif. Daya tahan
hidup T. bactrae-bactrae mencapai 90% pada kisaran suhu 25−40o C. Seekor
parasitoid Trichogramma spp. mampu memparasitasi lebih dari satu spesies
telur inang, dan sebutir telur inang dapat diparasitisasi oleh lebih dari satu
spesies Trichogramma spp. Hal ini menunjukkan bahwa satu spesies Trichogramma
spp. mampu memparasitasi beberapa spesies hama. Pelepasan parasitoid
Trichogramma spp. di lapang untuk mengendalikan hama sangat menguntungkan
terutama hama dari kelompok Lepidoptera. Pada tanaman padi, sebagian besar hama
penting didominasi oleh kelompok Lepidoptera.
Berdasarkan
hasil pengamatan Imago parasitoid jantan dan betina mampu berkopulasi segera
setelah keluar dari telur inang. Imago keluar dari telur inang pada pukul
07.00−10.00, dan menjadi aktif pada kamar antara 25-320 C. Suhu
sangat berpengaruh terhadap waktu terbang; sekitar 70−80% parasitoid terbang
pada suhu 25−30oC. Pada umumnya parasitoid ini tidak aktif pada malam hari,
karena tidak dapat menemukan inang dalam keadaan gelap Trichogramma spp. betina
bergerak cenderung ke arah sumber sinar. Imago jantan biasanya bergerak
mendekati telur terparasit dan menyentuhnya dengan antena untuk memeriksa
kemungkinan adanya betina yang akan muncul.
Oleh karena itu, secara alami hama penggerek batang akan terparasit oleh tricogramma sp tersebut.
Pengendalian
hama mrnggunakan agen hayati berupa tricogamma
sp ini sangat sesuai dengan metode pengendalian hama terpadu (pht).
Pengendalian hama terpadu (PHT) ini merupakan suatu pengendalian hama yang
berbasis lingkungan sehingga dalam melakukan pengendalian sangat ditekankan
keseimbangan aspek lingkungan. Konsep PHT ini meminimalisir penggunaan
pestisida berbahan kimia yang berpotensi besar mencemari lingkungan dan merusak
ekosistem. Dalam PHT lebih menekankan langkah-langkah prefentif sebelum dilakukan pngendalian. Langkah prefentif ini
berupa monitoring, sehingga akan diketahui gejala serangan awal dan jenis hama
yang menyerang sehingga langkah pengendalian lebih efektif. Selain itu, PHT juga
dilakukan dengan cara penggunaan agen hayati sebagai alternative pengendalian
OPT. pengendalian dengan agen hayati ini selain efektif, juga dapat menjaga keseimbangan ekosistem.
Salah satunya dapat dilakukan pengendalian hama penggerek batang padi menggunakan
trocogramma sp, hama ini cukup
efektif untuk mengendalikan hama penggerek batang padi dan tebu.
Rancang Bangun Alat
Alat
ini di buat dengan peralatan sederhana berupa tabung bening yang dapat
digantikan dengan menggunakan botol dan beberapa tambahan implement pendukung
lainnya. Implement tersebut antara lain kain kasa, mika penutup (atap), kertas
carbon (pengatur kecerahan), dan tiang penyangga. Uraian rancang bangun alat
tersebut yakni:
1.
Botol bening digunakan
untuk mempermudah pengaturan wilayah gelap dan terang serta tempat penetasan
telur parasitoit. Pada ujung botol di buat meruncing yang bertujuan sebagai
penunjuk arah keluar parasitoit, pada botol diberi tiga lubang, 2 lubang
pengeluaran dan 1 lubang untuk tandon.
2.
Kain kasa, digunakan
sebagai penutup pada kedua ujung lubang pengeluaran parasitoit. Penutup kain
kasa ini bertujuan untuk memudahkan keluarnya parasitoit serta mencegah adanya
serangga lain yang masuk ke dalam botol yang dapat mengganggu baik penetasan
maupun pengeluaran parasitoit.
3.
Tendon penampung, tanon
ini dibuat dibagian tengah bawah alat. Tendon ini bertujuan untuk menampung
ulat/larva parasit yang menetas agar tidak ikut keluar dan memarasit tanaman.
4.
Atap penutup, atap
penutup ini bertujuan untuk menjaga kelembapan pada alat serta mencegah
percikan air hujan masuk kedalam alat.
5.
Kertas carbon, carbon
ini berfungsi untuk mengatur wilayah gelap dan terang pada botol, hal ini
sangat penting dilakukan untuk efisiensi pemisahan antara larva parasit dan
parasitoit yang menetas.
Mekanisme Kerja Alat
Pada bagian botol di buat bagian terang dan gelap,
pada bagian tengah tabung/botol dibuat sebagai bagian gelap, sedangkan pada
kedua ujung di buat terang. Pada wilayah gelap ini bertujuan agar saat larva
parasit menetas akan berkumpul pada bagian yang gelap, hal ini karena pada
pengamatan yang dilakukan larva parasit berkumpul pada bagian yang gelap.
Sedangkan bagian terang diletakkan pada bagian ujung-ujung botol yang bertujuan
sebagai penunjuk arah keluar parasitoit, hal karena saat menetas parasitoit
akan bergerak menuju tempat yang terang. Pada bagian tengah bawah alat terdapat
tendon yang dikondisikan gelap yang bertujuan agar pada saaat larva parasit
menetas maka larva tersebut akan berkumpul pada tendon sehingga memudahkan pada
saat pembuangan larva parasit.
Berdasarkan pengamatan, saat parasitoit menetas secara
bergerombol parasit tersebut akan menuju tempat yang terang. Oleh karena itu,
dibuat 2 lubang pengeluaran sebagai langkah efisiensi pengeluaran parasitoit. Dimungkinkan
pada beberapa parasitoit membawa feromon sehingga parasitoit relative
bergerombol.
Aplikasi Alat
Berdasarkan hasil
pengamata dilapang telur akan menetas pada saat pagi hari antara pukul
06.00-09.00 wib, setelah diletakkan selama 2 hari. Alat ini diletkkan pada
bagian tepi-tepi sawah yang sedikit menjorok kedalam, yang bertujuan untuk
memudahkan monitoring. Selain itu, peletakan ini juga berdasarkan intensitas
gajala yang timbul pada areal persawahan. Selanjutnya ketinggian alat juga
harus ditentukan berdasarkan umur tanaman. Ketinggian alat diharapkan tidak
melebihi tinggi dari tanaman padi. Jika pada padi yang berumur antara 3-4
minggu maka ketinggian alat sekitar 25-30 cm dari bawah tanah atau tidak sampai
melebihi batas tanaman. Sedangkan pada tanaman yang mulai berbulir sekitar 9-11
minggu maka ketinggian alat sampai batas munculnya bulir.
Efisiensi Kerja Alat
Dari hasil aplikasi
telur menetas pada hari kedua (2) pada hari kedua tersebut baru menetas larva
parasit. Larva parasit ini menetas dengan jumlah yang cukup banyak dan
bergerombol pada bagian gelap botol utamanya pada bagian tendon. Larva parasit
ini hanya bertahan 1 hari hingga hari ketiga sebagian besar larva mati berkisar
antara 90-95% larva mati. Pada hari ke 3 parasitoit mulai menetas, dan sesuai
dengan pengamatan awal parasitoit bergerak menuju tempat yang terang untuk
keluar. Sebagian besar parasitoid dapat keluar namun sebagian parasitoit masih
tertinggal dalam tabung dan sebagian mati. Kejadian ini dikarenakan kelembapan
yang terlalu tinggi sehingga sedikit melembapkan kain kasa, maka hal ini yang
mengakibatkan terhambatnya pengeluaran parasitoit, karena parasitoit tidak
mampu beradaptasi pada kelembapan yang cukup tinggi.
Hari ke
|
keterangan
|
1
|
Belum menetas
|
2
|
Larva parasit menetas dan bergerombol pada bagian
gelap
|
3
|
90-95% larva parasit mati, Parasitoit mulai menetas
dan berdasarkan arah gerakannya parasitoit menuju tempat yang terang untuk
keluar
|
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut
maka efisiensi alat tersebut berkisar antara 75-80% dan kekurangan pada alat
ini pengatura kelembapan alat yang kurang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1999. Pemanfaatan
musuh alami dalam pengendalian hama utama tanaman teh, kopi, dan kelapa.
Seminar Pemasyarakatan PHT Tanaman Perkebunan. Dinas Perkebunan Kabupaten
Bogor, 4-5 Agustus 1999
BADI'AH. 1992. BIOLOGI PARASITOID
Elasmus oehrttneri F. DAN DAYA PARASITASINYA TERHADAP LARVA Scippophaea
nivetta intacta Sn. DI LABORATORIUM. Diambil dari
http://eprints.undip.ac.id/29598/. Diakses pada tanggal 18 Mei 2012.
Clausen CP. 1940. Entomophagous
Insect. New York and London: McGraw-Hill Book Company, Inc.
Driesche RGV, Bellows
JTS. 1996. Biological control. New York: Chapman & Hall.
Godfray.
1994. Parasitoid, behavior, & evolucionary ecology. New jersey: princenton
university Press.
Nurnina. 2004. Biologi Dan Musuh Alami Penggerek Batang Ostrinia Furnacalis Guenee
(Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Jagung.Jurnal Litbang Pertanian, 23(1),
Rivero A. 2000. The relationship
between host selection behaviour and offspring fitness
in koinobiont parasitoid. Ecological Entomology 25:467-472.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar