TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGELOLAAN LAHAN KELAPA SAWIT
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman
perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan
bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit
kedua dunia setelah Malaysia. Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan
menempati posisi pertama produsen sawit dunia. Untuk meningkatkan produksi
kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun
yang sudah ada dan intensifikasi. Pelaku usahatani kelapa sawit di Indonesia
terdiri dari perusahaan perkebunan besar swasta, perkebunan Negara dan
perkebunan rakyat. Usaha perkebunan kelapa sawit rakyat umumnya dikelola dengan
model kemitraan dengan perusahaan besar swasta dan perkebunan negara (inti
–plasma).
Kelapa Sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati
yang memilikiberbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan
oleh tanamanlain. Keunggulan tersebut di antaranya memiliki kadar kolesterol
rendah, bahkantanpa kolesterol.Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan
buah kelapa sawit berupaminyak mentah (CPO atau Crude Palm Oil) yang berwarna
kuning dan minyak inti sawit (PKO atau Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna
(jernih). CPO atauPKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak
goreng danmargarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja
(bahan pelumas),industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif
(minyak diesel).
Khusus untuk perkebunan sawit rakyat, permasalahan
umum yang dihadapi antara lain rendahnya produktivitas dan mutu produksinya.
Produktivitas kebun sawit rakyat rata-rata 16 ton Tandan Buah Segar (TBS) per
ha, sementara potensi produksi bila menggunakan bibit unggul sawit bisa
mencapai 30 ton TBS/ha. Produktivitas CPO (Crude Palm Oil) perkebunan
rakyat hanya mencapai rata-rata 2,5 ton CPO per ha dan 0,33 ton minyak inti
sawit (PKO) per ha, sementara di perkebunan negara rata-rata menghasilkan 4,82
ton CPO per hektar dan 0,91 ton PKO per hektar, dan perkebunan swasta rata-rata
menghasilkan 3,48 ton CPO per hektar dan 0,57 ton PKO per hektar. Salah satu
penyebab rendahnya produktivitas perkebunan sawit rakyat tersebut adalah karena
teknologi produksi yang diterapkan masih relatif sederhana, mulai dari
pembibitan sampai dengan panennya. Dengan penerapan teknologi budidaya yang
tepat, akan berpotensi untuk peningkatan produksi kelapa sawit.
Pada dasarnya pembudidayaan kelapa sawit dapat
dilakukan pada berbagai jenis tanah yang ada di Indonesia. Keberhasilan
pembudidayaan ini bergantung pada bagaimana pengolahan dan metode budidayanya.
Hal yang mendasar yang menjadi masalah utama pada budidaya kelapa sawit yakni
kurang kondusifnya pada pengolahan tanah sehingga dapat mengganggu pertumbuhan
kelapa sawit. Pada kondisi tanah yang kurang mendukung pun kelapa sawit dapat
diusahakan agar dapat berproduktifitas dengan baik, misalnya pada lahan gambut.
Budidaya kepala sawit di lahan gambut mempunyai suatu tantangan tersediri.
Lahan gambut merupakan lahan yang berpotensi tinggi, namun dalam kondisi tidur.
Hal ini dapat diketahui bahwa kandungan bahan organik di dalam lahan gambut
sangat tinggi, bahan tersebut merupakan sumber unsur hara yang sangat
potensial. Jika melihat dari kompleksnya kandungan tanah gambut maka tidak
salah jika diusahakan melakukan pembudidayaan kelapa sawit pada lahan tersebut.
Pokok permasalahan yang harus diatasi dalam budidaya kelapa sawit pada lahan
gambut yakni teknik pengolahan lahan yang tepat serta pola penanaman yang
disesuaikan dengan kondisi lahan dan lingkungan lahan. Selain itu pada lahan
gambut juga perlu diperhatikan penataan irigasinya sebagai penunjang sarana
tumbuh tanaman.
1.2
Tujuan
1. Untuk
mengetahui cara pengolahan lahan gambut pasang surut pada budidaya kelapa
sawit.
2. Untuk
mengetahui metode pembudidayaan kelapa sawit yang dapat diterapkan pada lahan
gambut pasang surut.
BAB 2. PEMBAHASAN
Permasalahan
umum pada lahan gambut adalah sebagai berikut:
1.
Permasalahan bahwa unsur hara pada lahan gambut dalam kondisi tidak dapat
diserap oleh tanaman dikarenakan adanya keasaman tanah, dan beberapa unsur
terikat dampak dari proses penimbunan dan perendaman yang beratus-ratus tahun.
2.
Kandungan unsur hara tertentu yang berasal dari tanah relatif sangat sedikit.
Walaupun dibutuhkan tanaman relatif sedikit, namun karena ketersediaan di lahan
tidak mencukupi maka tanaman yang ada di atasnya sering mengalami kekurangan
unsur tersebut yang berdampak pada proses metabolisme dan kesehatan tanaman.
3.
Kandungan unsur-unsur racun bagi tanaman dan hewan yang merupakan dampak
dari keasaman tanah tersebut. Secara proses kimiawi hidroksida akan diikat,
sedangkan unsur-unsur kation yang biasanya berupa logam menjadi terlepas yang
menjadi senyawa racun bagi tanaman, hewan dan manusia.
4.
Kandungan air yang ada di lahan gambut. Struktur lahan gambut tidak padat,
yaitu terdiri dari sisa-sisa tanaman yang tidak membusuk secara total.
Sehingga antara satu bagian dengan bagian lainnya mempunyai rongga. Pada
saat lahan digenangi air maka seluruh lapisan terisi air. Kondisi ini terjadi
beratus tahun karena lahan gembut biasanya pada lahan yang tergenang air
yang tidak teralirkan. Upaya membuat drainase dan mengalirkan air yang
menggenang akan berdampak pada mengalirnya seluruh air yang ada di lahan
tersebut. Sehingga lahan menjadi kering kerontang.
5.
Ketebalan gambut berpengaruh terhadap tanaman. Tekstur lahan tidak mantap,
banyak rongga, bahan berasal dari materi tanaman, kandungan tanah alam sangat
sedikit atau bahka tidak ada. Untuk tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan
besar, maka ketebalan gambut menjadi masalah. Lahan gambut pada umumnya tidak
padat, sehingga tanaman besar dapat miring atau bahkan rubuh jika ditanam di
lahan gambut.
Penanganan
awal pada lahan gambut pasang surut yang dapat dilakukan yakni:
1. Proses
fisik: dilakukan dengan membangun/menata lahan sehingga drainase dan
pembentukan lahan untuk media tanaman tersedia. Lahan yang semula
digenangi air, maka dilakukan drainase yang membuat lahan tidak tergenang lagi.
Jika ada tanaman di atasnya maka tanaman dapat tumbuh dan tidak terganggu
dengan adanya air yang tergenang. Pembangunan drainase ini dinamakan tata air
makro dan tata air mikro. Proses ini tetap dilakukan karena pembenahan fisik
sangat diperlukan.
2. Proses
kimia: dilakukan pada lahan-lahan yang mempunyai keasaman tinggi atau pH
rendah, maka berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Dalam kondisi tertentu
membuat tanaman tidak dapat tumbuh. Upaya perlakukan yang digunakan adalah
memberikan kapur tohor dan dolomit. Proses ini membutuhkan waktu yang relatif
lama dan membutuhkan materi kapur dan dolomit relatif banyak. Sedangkan hasil
yang dicapai masih meragukan, jika kondisi keasaman sangat kuat justru kapur
menggumpal dan lahan tidak berubah.
3.
Proses pembakaran: Proses ini sering dilakukan untuk penanganan lahan gambut.
Proses ini diawali dengan mengalirkan air yang tergenang dengan membuat saluran
drainase. Setelah kering lahan dibakar. Dampak yang ditimbulkan dengan proses
pembakaran ini adalah: (1) hilangnya timbunan unsur hara (gambut) yang bernilai
milyaran jika dikonversikan dengan harga pupuk an organik. (2) tanah menjadi
sangat miskin, dan biasanya jika digunakan untuk lahan pertanian memerlukan
unsur tambahan termasuk nitrogen yang seharusnya melimpah di lahan gambut. (3)
berpengaruh terhadap emisi carbon yang sangat ini semarak dibicarakan.
Langkah-Langkah
Penerapan Teknologi
1.
Siapkan lahan
yang akan digunakan.
2.
Dilakukan
pengolahan lahan
a. Pembuatan tanggul besar yang behubungan langsung
dengan sungai utama.
b. Pembagian areal lahan menjadi beberapa blok (misal 4
blok).
c. Pembutan parit cacingan/ parit serapan air pasang
surut (pembutan parit menggunakan sistim 2-1).
d. Pembuatan saluran air yang menghubungkan setiap blok
dan 2 saluran yang menghubungkan lahan dengan sungai utama.
e. Penataan akses transportasi dan jalan pasar pikul/
jalan produksi.
3.
Pemancangan
lahan yang disesuaikan dengan arah sinar matahari.
4.
Pancang
diusahakan menggunakan metode mata 5.
5.
Pada setiap
pancang dibuat tapak timbun/ timbunan melingkar dengab r= 1,5 m dan t= 50 cm.
6.
Penanaman
kelapasawit pada tapak timbun (pemberian pospat ± 250 gr/lubang.
7.
Dilakukan
pemupukan awal urea dan Tsp.
8.
Menjaga
kebersihan lahan/ areal piringan kelapa sawit.
9.
Dilakukan
pemangkasan daun
a. Pemangkasan buah pasir.
b. Pemangkasan produksi.
10. Pemanenan dan pemasaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar