BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao (theobroma cacao
L) merupakan jenis tanaman perkebunan yang cukup mudah dibudidayakan.
Persyaratan tumbuh tanaman ini tidak terlalu rumit, hanya meliputi kesesuaian
lahan dan karakteristik lingkungan saja. . Tanaman kakao dapat tumbuh dengan
baik pada tanah yang memiliki keasaman (pH) 6-7,5, tidak lebih tinggi dari 8
serta tidak lebih rendah dari 4; Air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam
rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu, kedalam air tanah diisyaratkan
minimal 3 m. Faktor kemiringan lahan sangat menentukan kedalaman air tanah.
Pembuatan teras pada lahan yang kemiringannya 8% dan 25% masing-masing dengan
lebar minimal 1 m dan 1,5 m. Sedangkan lahan yang kemiringannya lebih dari 40%
sebaiknya tidak ditanami cokelat. Media Tanam Daerah yang cocok untuk penanaman
cokelat adalah lahan yang berada pada ketinggian 200-700 m dpl. Jika dilihat
dari karakteristiknya pembudidayaan tanaman kakao cukup mudah dilakukan
sehingga hanya permasalahan permodalan yang menjadi permasalahan utamanya. Oleh
karena itu sebagian besar tanaman kakao ini dibudidayakan oleh perkebunan
pemerintah dan beberapa pihak suasta yang memiliki cukup modal.
Untuk mendapatkan media
yang sesuai dengan tanaman kakao perlu dilakukan pengolahan tanah yang baik.
Pengolahan lahan tersebut meliputi pembersihan lahan dari gulma dan kayu-kayuan
kecil. Pembersihan ini berujuan untuk menghindarkan adanya kontaminasi penyakit
atau pathogen yang dimungkinkan berada dalam tanaman. Selain itu pembersihan
bertuuan untuk mempermudah pembuatan lubang tanam saat pemindahan bibit kakao.
Lubang tanam kakao umumnya dibuat dengan ukuran kedalaman 60 x 60 x 60 cm.
ukuran ini sudah dianggap memadai untuk mendukung adaptasi perakaran bibit
dengan kondisi lapang. Namun ukuran lubang tanam pada tanah tanah yang
teksturnya lebih berat tanah dengan kadar lempung cukup tinggi ukuran lubang
perlu diperbesar agar perakaran bibit memiliki waktu untuk beradaptasi lebih
lama dengan lingkungan fisik perakaran. Selain itu, sebaiknya lubang tanam
tidak dibuat ketika tanah dalam kondisi sangat basah, terutama pada tanah
bertekstur berat sebab hal ini dapat mengakibatkan perkembangan akar menjadi
terganggu/terhambat.
Pembuatan lubang ini
dilakukan jauh disawal sebelum dilakukannya pemindahan bibit ke lapang.
Pembuatan lubang tanam dilakukan 3-6 bulan sebelum transplanting dengan
membiarkan tanah terjemur selama 2-3 bulan. Hal ini bertujuan untuk mengubah
suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan unsure-unsur yang bersifat racun (toxit) berubah menjadi tidak meracuni (non-toxit). Setidaknya sebelum tanam
tanah galian dikembaliakn kedalam lubang agar kondisi tanah berada dalam
keseimbangan dengan kondisi lingkungan sekitar. Pada saat pengembalian tanah
galian usahakan dilakukan pencampuran bahan organic yang bertujuan untuk
meningkatkan hara dalam tanah. Selain itu, tambahan bahan organic juga dapat
memperbaiki tekstur tanah sehingga dapat berperan baik dalam perkembangan akar.
Bahan organic yang diberikan ini dapat berupa seresah, kotoran hewan ataupun
campuran keduanya. Dengan ditambahkannya bahan organic akan memperbaiki aerasi
dan drainase tanah sehingga nantinya akar akan tercukupi kebutuhan air dan
udaranya.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa
mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan lubang tanam.
2. Mengetahui
teknik cara pembuatan lubang tanam.
3. Mahasiswa
dapat menentukan pola tanam dan jarak tanam yang ideal untuk penanaman tanaman
kakao di lapang.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Sifat biologi tanah
belum menjadi pertimbangan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan, karena
hubungannya belum banyak diketahui secara pasti. Secara tidak langsung sifat
tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Keasaman (pH) tanah yang baik untuk
kakao adalah netral atau berkisar 5,6-6,8. Tanaman kakao membutuhkan tanah
berkadar bahan organik tinggi, yaitu di atas 3%. Kadar bahan organik yang
tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan
(absorpsi) hara, dan daya simpan lengas tanah. Tingginya kemampuan absorpsi
menandakan bahwa daya pegang tanah terhadap unsur-unsur hara cukup tinggi dan
selanjutnya melepaskannya untuk diserap akar tanaman. (Sudirman,2006).
Kakao (Theobroma
cacao, L) merupakan salah komoditas perkebunan yang sesuai untuk
perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang
tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi
pekebun. Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao
jenis Forastero (bulkcocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa
atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan
Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan
adalah jenis mulia (Siregar, 2006).
Sifat-sifat tanah
yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara mikro dan makro
tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, PH atau keasaman tanah, dan
kadar bahan organik relatif mudah diperbaiki dengan teknologi yang ada. Sementara
itu, sifat tanah yang meliputi tekstur, struktur, konsistensi, kedalaman
efektif tanah (slum), dan akumulasi endapan suatu (konkresi) relatif sulit
diperbaiki meskipun teknologi perbaikannya telah ada (Purnomo, 2006).
Perawatan kebun kakao merupakan kegiatan yang harus
dilakukan agar memperoleh produksi biji kakao yang tinggi dan terus
berkelanjutan. Perawatan yang harus diprioritaskan, untuk tujuan seperti
memperbaiki kondisi vegetatif tanaman kakao, meningkatkan produktivitas dan
kesinambungan produksi hingga umur ekonomisnya sekitar 28 tahun dan menjaga
kelestarian tanah dan lingkungannya, adalah pemupukan dan pengendalian hama dan
penyakit. Perawatan kebun kakao ini terbagi atas dua fase, yaitu perawatan
dalam fase tanaman belum menghasilkan
(TBM) dan fase tanaman menghasilkan (TM). Perawatan dalam fase TBM adalah
pembersihan gulma secara manual pada piringan tanaman, pemupukan, pemangkasan
penaung tetap dan penaung sementara, pemangkasan bentuk tanaman kakao, dan
pengendaliah hama maupun penyakit (Semangun, 2000).
Kakao merupakan salah
satu komoditas pertanian yang peranannya sangat penting bagi perekonomian
regional Sulawesi Barat, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja, sumber
pendapatan petani dan devisa Negara. Namun sejak beberapa tahun terakhir,
produktivitas perkebunan kakao di daerah ini mulai menurun dan peranannya mulai
memudar karena adanya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), Conopomorpha
cramerella Snell (Lepidoptera; Gracillariidae). Belum tuntas masalah PBK,
muncul lagi penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD) yang
disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae Talbot & Keane, disamping
adanya penyakit endemik kanker batang dan busuk buah kakao yang disebabkan oleh
Phytopthora palmivora. Hal tersebut merupakan ancaman yang sangat serius bagi
keberlanjutan perkebunan kakao di daerah ini (Ramlan, 2010).
Kegiatan persiapan lahan meliputi pembersihan
alang-alang dan gulma lainnya. Gunakan tanaman penutup tanah (cover crop)
terutama jenis polong-polongan seperti Peuraria javanica, Centrosema pubescens,
Calopogonium mucunoides & C. caeraleum untuk mencegah pertumbuhan gulma
terutama jenis rumputan. Gunakan juga tanaman pelindung seperti Lamtoro,
Gleresidae dan Albazia, tanaman ini ditanam setahun sebelum penanaman kakao dan
pada tahun ketiga jumlah dikurangi hingga tinggal 1 pohon pelindung untuk 3
pohon kakao (1 : 3)(Kurniawan, 2005).
Tanaman kakao mutlak
memerlukan pohon pelindung yang ditanam sebagai tanaman lorong diantara
tanaman-tanaman kakao. Terdapat dua macam pohon pelindung yaitu:a) Pohon pelindung sementara. Pohon ini
diperlukan untuk melindungi tanaman kakao muda (belum berproduksi) dari tiupan
angin dan sinar matahari. Jenis pohon yang dapat ditanam adalah pisang (Musa
paradisiaca), turi (Sesbania sp.), Flemingia congesta atau Clotaralia
sp.b) Pohon pelindung tetapPohon ini
harus dipertahankan sepanjang hidup tanaman kakao dan berfungsi sebagai
melindungi tanaman kakao yang sudah produktif dari kerusakan sinar matahari dan
menghambat kecepatan angin. Jenis pohon yang cocok adalah Lamtoro (Leucena
sp.), Sengon Jawa (Albizia stipula), Dadap (Erythrina sp.) dan Kelapa (Cocos
nucifera). Pohon pelindung tetap ditanam dengan jarak tanam 6 x 3 m. Jarak tanam yang diajurkan adalah 3 X 3 m2
dengan kerapatan pohon 1.100 batang pohon/hektar. Jarak ini sangat ideal karena
nantinya pohon akan membentuk tajuk yang seimbang sehingga tanaman tidak akan
mudah tumbang (Kusmadi, 2004).
Kelangsungan produksi
kakao di Indonesia dihadapkan pada masalah hama penggerek buah kakao (PBK,
Conopomorpha cramerella Snell.). Luas serangan sampai dengan Juni 2005 telah
mencapai 348.753 Ha dari total areal pertanaman kakao 780.000 Ha, dan sudah
tersebar hampir di seluruh provinsi penghasil kakao di Indonesia (Komunikasi
pribadi dengan Direktorat Perlidungan Perkebunan, 2005) dengan kerugian
milyaran rupiah. Kerugian akibat serangan PBK merupakan resultan dari penurunan
berat biji, peningkatan persentase biji kualitas rendah, kehilangan hasil dan meningkatnya
biaya panen diakibatkan sulitnya memisahkan biji yang terserang dari kulit
buahnya (Endang, 2005).
Kondisi tanah demikian,
terutama tingginya kelarutan Al dalam tanah, dapat menghambat tumbuh kembangnya
tanaman yang ditanam pada tanah ini. Hal tersebut terjadi karena terganggunya
perkembangan akar tanaman. Akar tanaman menjadi lebih pendek, ukurannya lebih
besar dari pada biasanya, kaku seperti kawat, mudah patah, dan ujung-ujung akar
membengkak. Sehingga dengan demikian akar tanaman tidak dapat menyerap air dan
unsur hara dengan sempurna yang akan mengakibatkan tanaman mengalami cekaman
air, dan defisiensi unsur hara. Di samping itu, tingginya kelarutan Al dalam
tanah tersebut menyebabkan rendahnya ketersediaan P bagi tanaman. Unsur P
banyak yang diikat oleh Al menjadi bentuk Al-P yang sukar larut (Wahyudi,
2010).
budidaya kakao (Theobroma
cacao L.) terus dikembangkan seiring dengan meningkatnya permintaan
konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Namun demikian pengembangan kakao
mengalami hal-hal yang kurang menguntungkan seperti rendahnya mutu biji dan
produktivitas yang disebabkan oleh Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha
cramerella. C. cramerella adalah hama yang sangat merusak pada tanaman
kakao dan dapat menurunkan produksi hingga 90%. Penurunan produksi akibat
serangan C. cramerella diperkirakan 60.000 ton per tahun atau setara
dengan 90 milyar rupiah. Untuk mengantisipasi kerugian akibat gangguan hama
tersebut, maka perlu dilakukan upaya pengendalian yang lebih aplikatif, ramah
lingkungan dan dapat menunjang Pembangunan Pertanian serta mendukung program
Pengendalian Hama Terpadu. Predator merupakan musuh alami yang memiliki potensi
besar untuk dikembangkan sebagai agensia pengendalian hama yang ramah
lingkungan (Anshary, 2009).
Beberapa sifat
(penciri) dari buah dan biji digunakan dasar klasifikasi dalam sistem
taksonomi. Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke dalam empat
populasi. Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah tropika adalah
anggota subjenis Sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong (oval), pipih dan keping
bijinya (kotiledon) berwarna ungu gelap. Mutunya beragam tetapi lebih rendah
daripada subjenis cacao. Permukaan kulit buahnya relatif halus karena
aluralurnya dangkal (Suwarto dan Octavianty, 2001).
DAFTAR
PUSTAKA
Anshary, Alam.
2009. Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha Cramerella Snellen (Teknik
Pengendaliannya Yang Ramah Lingkungan). J.
Agroland Vol. 16 No. 4: Hal. 258 – 264.
Kusmadi, Rudi.2004. Budidaya Tanaman Perkebunan Tahunan.Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.
Kurniawan,
Ahmat. 2005. Teknis budidaya kakao. Penebar swadaya, Jakarta
Purnomo,
Heru. 2006. Teknik Perawatan Kakao. Gramedia Press. Surabaya
Ramlan.
2010. Pengelolaan Penyakit Busuk Buah Kakao. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX
Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010
Semangun,
H. 2000. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di Indonesia. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Siregar,
T.H.S.; Riyadi, S dan L. Nuraeni. (1998). Budidaya, Pengelohan dan Pemasaran Coklat.
Penebar Swadaya. 169 hal
Sudirman,
Yahya. 2009. Uji Toleransi Terhadap Salinitas Bibit Beberapa Varietas Kakao
(Theobroma Cacao L). Bul. Agr. WIl. XX
No. 3
Sulistiowati,
Endang. 2005. Pengembangan Teknik Pemantauan Penggerek Buah Kakao (PBK)
Conopomorpha cramerella Snell. Pelita Perkebunan 2005, 21(3), 159—168
Suwarto dan Y.
Octavianty. 2001. Budi Daya 12 Tanaman
Perkebunan Unggulan. Penebar Swadaya: Jakarta
Wahyudi, Imam.
2010. Kajian Perubahan Status Fosfor Tanah Akibat Pemberian Bokashi Kulit Buah
Kakao Pada Inseptisols Palolo. J.
Agroland Vol. 17 No. 2: Hal. 131 – 137.
BAB 3. METODOLOGI
1.1
Waktu dan Tempat
Praktikum Usaha Budidaya Komoditas Perkebunan Unggul dengan acara
“Pembuatan Lubang Tanaman pada Tanaman Kakao di Lapangan” dilaksanakan pada
hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012 pada pukul 14.00 WIB sampai selesai
bertempat di Jubung Kecamatan Kabupaten Jember.
1.2
Alat dan Bahan
1.2.1
Alat
1. Cangkul
2. Sabit
3. Sekrup
4. Meteran
1.2.2
Bahan
Bahan organik
1.3
Cara Kerja
1. Melakukan pembersihan lahan dari gulma, semak belukar dan kayu-kayu
kecil, di lapangan dengan menggunakan sabit dan cangkul.
2. Menentukan titik-titik lubang tanam dengan memperhatikan jarak tanam
3x3 m atau sesuai yang diinginkan dengan menggunakan meteran.
3. Menggali lubang tanam dengan kedalaman 60 x 60 x 60 cm.
4. Galian lubang tanam kakao dibiarkan selama kurang lebih 2-3 bulan
dengan cara membiarkan tanah galian teronggok disekitar lubang 2-3 bulan.
5. Melakukan penanaman bibit kakao beserta pemberian pupuk organik dengan
menggunakan sekrup setelah lubang tanam dibiarkan selama 2-3 bulan.
BAB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.2
Pembahasan
Dalam budidaya tanaman kakao hal utama yang
harus diperhatikan yakni kondisi tanah dan cara pengolahannya. Pengolahan tanah
yang baik akan menentukan perkembangan akar berikutnya, sebab pada awal
transplanting media harus remah disesuaikan dengan kondisi media dalam polibag
agar adaptasi tanaman lebih baik. Selanjutnya pembuatan lubang tanam kakao,
juga harus diperhitungkan baik itu kedalaman atau lebarnya karena akan
berdampak pada perkembangan akarnya. Pembuatan lubang tanam ini dilakukan
dengan beberapa tahap antara lain:
1.
Menentukan
jarak tanam yang digunakan
Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam perlu
penemtuan jarak lubang tanam hal ini bertujuan untuk menghindari persaingan
hara, cahaya dan penyebaran penyakit pada tanaman. Jarak tanam disesuaikan dengan
pola perakaran tanaman dan arah sinar matahari.
2.
Pembersihan
gulma/ semak belukar
Pembersihan ini bertujuan untuk memudahkan saat
penggalian lubang tanam, serta meminimalisir adanya penyakit atau pathogen yang
ada dalam gulma.
3.
Menentukan
titik lubang tanam
Setelah ditentukan jarak tanamnya maka dibuat
suatu tanda atau ajir sebagai tanda titik tanamnya. Hal ini dilakukan agar
lubang tanam yang dibuat sejajar dan sesuai dengan pola tanam yang telah
ditentukan.
4.
Menggali
lubang tanam
Lubang tanam digali sedalam 60 x 60 x 60 cm,
tujuan dibuatnya lubang tanam dengan ukuran tersebut adalah untuk meningkatkan
adaptasi tanaman terhadap lingkungan, hal ini karena pada ukuran tersebut media
dikondisikan seperti pada polibag sehingga akar tanamn akan beradaptasi dengan
baik pada media yang baru.
5.
Memisahkan
lapisan TOP soil dan SUB soil
Pada saat penggalian dipisahkan antara lapisan
top soil dan sub soilnya dengan rincian 30 cm lapisan top soil pada satu sisi
dan 30 cm sub soil disisi lain. Hal ini dilakukan karena nantinya lapisan top
soil akan digunakan untuk penimbunan bagian bawah lubang bersama dengan BO dan
lapisan sub soil pada bagian atas sehingga kesubuaran media seimbang.
6.
Membiarkan
lubang teronggok selama 2-3 bulan
Tujuannya yakni untuk mengubah suasana reduktif
tanah menjadi oksidatif dan meminimalisir unsure yang bersifat toxic agar tidak
meracuni lagi.
7.
Pemberian
Bahan Orhanik
Penambahan ini bertujuan untuk memperbaiki
struktur tanah dan mengkondisikan media yang remah untuk memudahkan
perkembangan akar.
Setelah
dilakukannya pembuatan lubang tanam maka lubang tanam tersebut dibiarkan selama
2-3 bulan. Tujuan dilakukannya lubang tanam teronggok selama 2-3 bulan ini
untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan mengubah
unsure-unsur yang bersifat racun (toxic)
berubah menjadi tidak meracuni (non-tokxic).
Pembiaran lubang tanam ini juga bertujuan agar kondisi tanah lapisan dalam
sedikit demi sedikit berubah sifat fisika dan kimianya seperti pada tanah
lapisan atas. Ketika terjadi perubahan sifat kimia dan fisika maka tingkat
adaptasi tanaman terhadap media yang baru akan lebih tinggi sehingga nantinya
pertumbuhan tanaman akan lebih baik. Kondisi media yang optimal akan
meningkatkan aktifitas serapan hara nantinya serta meningkatkan aktifitas metabolism
tanaman (Kusmadi, 2004).
Pada saat akan dilakukan transplanting terlebih dahulu
dilakukan penambahan bahan organic pada media tanam atau lubang tanam.
Penambahan ini diberikan setelah lubang tanam dibiarkan teronggok selama 2-3
bulan. Tujuan utama penambahan Bahan Organik ini adalah untuk memperbaiki
struktur tanah pada media tanam untuk adaptasi tanaman yang baik. Secara detail
manfaat dari Bahan Organik untuk media tanam antara lain:
1.
Memperbaiki Struktur Tanah
Bahan organic merupakan bahan
pengikat air namun tidak sepenuhnya jenuh oleh air sehingga dengan penambahan
bahan organic akan membuat tanah memiliki pori yang cukup banyak dengan
kelembapan yang seimbang sehingga dalam tanah tersebut kondisi udara dan air
akan seimbang. Hal ini sangatlah baik untuk pertumbuhan dan perkembangan akar.
2.
Menyuplai unsure hara
Dal bahan organic terdapat
unsure hara yang kompleks meski dalam
jumlah yang relative sedikit. Namun hara yang tersedia pada bahan organic mudah
diserap oleh tanaman karena telah mengalami peruraian oleh berbagai macam
mikroba. Kebutuhan hara tanaman dapat sepenuhnya terpenuhi karena hara yang
terkandung dalam BO adalah hara komplek dari berbagai unsure.
3.
Kandungan Hara (nutrient) yang
kompleks
Dalam Bahan Organik unsure
hara yang terkandung hanya dalam jumlah yang relative sedikit missal unsure N (nitrogen) dalam Bahan organic hanya
berkisar 3%. Namun unsure-unsur lain seperti fosfat (P), kalium (K), magnesim
(Mg) dan lainnya terkandung secara lengkap dalam Bahan Organik.
4.
Menjaga kelembapan tanah
Sifat bahan organic yang dapat
mengikat air membuat kelembapan tanah akan terjaga sehingga kemungkinan tanah
kahat air dapat diminimalisir.
5.
Meningkatkan aktivitas mikroba yang bermanfaat bagi tanaman
Beberapa mikroba bermanfaat
bagi tanaman baik itu sebagai agen penambat N, pengurai beberapa unsure atau
yang lainnya. Pada umumnya mikroba akan berakumulasi pada daerah yang
mengandung BOakanan mikroba. yang merupakan sumber . Oleh karena itu BO akan
meningkatkan aktivitas mikroba yang bermanfaat.
Pada saat pembuatan lubang tanam, dibedakan peletakan
lapisan tanah Top soil (30 cm) dan lapisan tanah Sub soil (30 cm). Tindakan
tersebut dilakukan karena nantinya lapisan tanah Top soil akan digunakan
sepenutup lubang tanam bagian bawah dan lapisan Sub soil untuk penutup bagian
atas. Lapisan tanah Top-soil digunakan sebagai penutup bagian bawah karena pada
umumnya lapisan tanh Top-soil merupakan bagian tanah yang mengandung banyak
mikroorganisme, mengandung paling banyak unsure hara serta memiliki kandungan
udara yang paling tinggi disbanding lapisan tanah lainnya. Selain itu lapisan
Top-soil mengandung bahan organic yang cukup banyak. Oleh karena itu, lapisan
ini diletakkan pada bagian bawah agar aeasi dan drainase lapisan bawah
terpenuhi serta kebutuhan hara tetap tercukupi. Sedangkan lapisan Sub-soil
diletakkan pada bagian atas karena merupakan bagian tanah yang lembab yang
umumnya bersifat asam serta kurang subur dengan aerasi yang kurang baik. Oleh
karena itu, diletakkan pada bagian atas agar berubah sifat menjadi oksidatif
seta dapat terakumulasi dengan bahan organic yang berada pada lapisan atas.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum
yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1.
Lubang tanam dibuat dengan cara menyiapkan titik tanam kemudian menggali
tanah dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm serta membedakan antara lapisan top soil
dan sub soilnya.
2.
Lubang tenam dibiarkan teronggok
selama 2-3 bulan agar sifat tanah yang reduktif berubah menjadi
oksidatif serta mengubah suasana toxic menjadi non-toxic.
3.
Manfaat utama pemberian bahan organik yakni untuk memperbaiki struktur
tanah dan menambah suplai unsure hara pada tanah.
4.
Lapisan Top-soil diletakkan pada bagian bawah karena banyak mengandung
banyak mikroorganisme, bahan organic seta aerasi yang baik. Sub-soil pada
bagian atas karena tanahnya lembab dan bersifat asam.
5.2 Saran
Pemilihan lokasi praktikum
utamanya tempat penggalian diusahakan pada lokasi tanah yang cukup gembur agar
proses praktikum/ penggalian lebih cepat dilakukan.