Beautyfull flowers
Kebun Bunga
.
Kebun Bunga
Senin, 21 Maret 2016
Sabtu, 22 Juni 2013
PENGELOLAAN TANAMAN PANGAN PADA TIPOLOGI LAHAN GAMBUT, PASANG SURUT DAN LAHAN MINERAL MASAM
Kapita
Selekta Ilmu Pertanian
Makalah
Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugah Mata Kuliah Kapita Selekta Ilmu Pertanian
PENGELOLAAN
TANAMAN PANGAN PADA TIPOLOGI LAHAN GAMBUT, PASANG SURUT DAN LAHAN MINERAL MASAM
Oleh:
Ulil
Abror Putra Yudha
101510501143
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2013
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada
saat ini dapat dikatakan kondisi pertanian indonesia dalam keadaan terpuruk.
Hal tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya Negara ini mengimport
berbagai produk tanaman pangan mulai dari beras, jagung, kedelai dan lainnya.
Pada Oktober 2012 Impor beras mencapai 1,95 juta ton, jagung 2 juta ton,
kedelai 1,9 juta ton, daging sapi setara dengan 900 ribu ekor sapi, gula 3,06
juta ton, dan teh senilai 11 juta dolar AS (kompas, 10/01/13). Melihat dari
data diatas sangat ironi jika dibandingkan dengan kondisi sumberdaya alam
indonesia yang tergolong sangat besar dan subur namun masih banyak melakukan
import. Sebagian orang mengatakan kejadian tersebut karena kuragnya penerapan
teknologi pertanian serta SDM yang kurang mumpuni di indonesia.
Berdasarkan
kajian lokasi di indonesia, sebenarnya masih banyak wilayah di indonesia yang
belum dimanfaatkan secara maksimal. Banyak wilayah hutan di luar pulai jawa
yang masih terbengkalai seperti pada kepulauan Sumatra, Kalimantan, Sulawesi
dan lain sebagainya. Jika saja pemanfaatan lahan pertanian tersebut dapat
dimaksimalkan dimumngkinkan swasembada pangan dapat terpenuhi. Namun strategi
ini masih memiliki berbagai macam permasalahan antara lain seperti yang
diterbitkan kompas, (08/otk/12) "Persoalannya sebetulnya bukanlah perlu
tidaknya lahan baru. Saat ini sebanyak 52 % (persen) irigasi teknis kita
bermasalah. Akibatnya, indeks pertanaman kita masih rendah, rata-rata 1,6 %
(persen). Artinya, lahan yang ada ini belum dioptimalkan,"(Ketua Komisi IV
DPR Romahurmuziy). Berdasarkan pernyataan diatas artinya strategi perluasan
lahan yang tidak diimbangi dengan dengan pengaturan utilitas dan peningkatan
SDM masih belum bisa digunakan sebagai solusi peningkatan swasembada pangan.
Peningkatan
jumlah penduduk dan perkembangan agro-industri menuntut peningkatan produksi
pertanian yang semakin tinggi setiap tahunnya, padahal lahan-lahan subur
semakin menyusut untuk berbagai keperluan pembangunan non-pertanian. Dewasa ini
diperkirakan 35.000-40.000 ha lahan subur setiap tahunnya beralih fungsi
menjadi wilayah pemukiman, jalan raya, dan industri (Litbang Pertanian, 1992).
Karena itu untuk mengembangkan usaha pertanian perlu diarahkan kepada
lahan-lahan marginal di luar Jawa yang dikaitkan dengan program transmigrasi
dan peningkatan kesempatan kerja. Lahan pasang surut tersebar di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya meliputi areal seluas 24,8 juta ha, dan
sekitar 9 juta ha diantaranya prospektif dikembangkan untuk pertanian (Litbang
Pertanian, 1995). Lahan pasang surut merupakan lahan marginal dan rapuh yang
pemanfaatannya memerlukan perencanaan dan penanganan yang cermat. Kekeliruan di
dalam membuka lahan ini akan membutuhkan investasi besar dan sulit untuk
mengembalikannya seperti keadaan semula. Pada dasarnya lahan gambut atau lahan
pasang surut ini merupakan lahan yang kaya akan bahan organic sehingga jika
pengelolaannya tepat maka dapat dijadikan suatu alternative pengembangan
teknologi pertanian.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
karakteristik tipologi lahan gambaut, lahan pasang surut dan lahan mineral
asam?
2. Bagaimana
pengelolaan tanaman pangan pada lahan gambut, pasang surut dan mineral masam
agar dapat mencapai swasembada pangan?
1.3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Di
Indonesia terdapat sekitar 20,1 juta ha lahan pasang surut, tersebar di 4 pulau
besar yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Menurut Nedeco
Euroconsult (1985), sekitar 5.6 juta ha lahan pasang surut sesuai untuk
dikembangkan untuk lahan pertanian. Dari luasan terseb ut, 2,6 juta ha
berpotensi untuk pengembangadna lams kalab esar. Dua juta ha dari lahan pasang
surut di Indonesia tergolong tipologi potensial, 10.0 juta ha tipologi lahan gambut,
6.7 juta ha lahan sulfat masam dan 0.4 juta ha lahan salin. Sebaran tipelogi lahan
berbeda menurut wilayahnya, dalam arti tiap lokasi dapat mencakup beberapa tipologi
lahan dan tipe luapan (Sabran, 2000).
Berdasarkan
ketebalan lapisan gambutnya, lahan gambut terbagi dalam tiga kategori lahan,
yaitu : a) gambut dangkal dengan ketebalan lapisan gambut 50- 100 cm, b) gambut
tengahan dengan ketebalan lapisan gambut 101 - 200 cm dan c) gambut dalam
dengan ketebalan lapisan gambut > 2 m. Lahan gambut dangkal memiliki potensi
untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian, khususnya untuk tanaman sayuran.
Berdasarkan klasifikasi rawa, tipologi lahan, dan pola pemanfaatannya, tanaman
sayuran dan hortikultura cocok diusahakan pada klasifikasi rawa lebak dengan
tipologi lahan tanah aluvial gambut dangkal (R/A-G1) dan rawa pasang surut air
tawar dengan tipologi lahan gambut dangkal (G1). Kedua tipologi lahan ini
memiliki karakteristik kimia yang berbeda sehingga untuk memudahkan pengelolaan
dalam menentukan jumlah pupuk yang diberikan, perlu diketahui karakteristik
kimia tanahnya (Alwi, 2007).
Lahan
potensial yaitu lahan pasang surut yang tanahnya termasuk tanah sulfat masam
potensial dengan lapisan pirit berkadar 2% terletak pada kedalaman lebih dari
50 cm dari permukaan tanah, sedangkan lahan sulfat masam adalah lahan yang
tanahnya mempunyai lapisan pirit atau sulfidik berkadar > 2% pada kedalaman
kurang dari 50 cm. Lahan sulfat masam ini dibedakan lagi menjadi : (a) lahan
sulfat masam potensial, apabila lapisan piritnya belum teroksidasi dan (b)
lahan sulfat masam aktual, apabila lapisan piritnya sudah teroksidasi yang
dicirikan adanya horizon sulfurik dan pH tanah <3,5 (Jumberi, 2003).
Lahan
rawa pasang surut yang luasnya mencapai 20,1 juta ha pada awalnya merupakan
rawa pantai pasang surut di muara sungai besar, yang dipengaruhi secara
langsung oleh aktivitas laut. Di bagian agak ke pedalaman, pengaruh sungai
besar makin kuat sehingga wilayah ini memiliki lingkungan air asin (salin) dan
air payau. Adanya proses sedimentasi, kini wilayah tersebut berwujud sebagai
daratan yang merupakan bagian dari delta sungai. Wilayah tersebut terletak
relative agak jauh dari garis pantai sehingga kurang terjangkau secara langsung
oleh air laut waktu pasang. Oleh karena itu, wilayah tersebut saat ini banyak
dipengaruhi oleh aktivitas sungai di samping pasang surut harian dari laut
(Ardi, 2007)
Lahan
sulfat masam bila tipe luapannya A atau B, maka akan lebih efisien dan aman
bila dijadikan lahan sawah karena dalam kondisi tergenang air (anaerob) bahan
sulfida atau pirit akan stabil dan dengan demikian masukan yang diperlukan
untuk tanaman akan lebih murah, tetapi bila tipe luapan C/D maka sebaiknya
jangan disawahkan (Suriadikarta, 2008).
Berdasarkan
tipe luapan air, padi sawah dapat dibudidayakan pada lahan bertipe luapan air
A, B, atau C yang telah menjadi sawah tadah hujan. Lahan yang bertipe luapan
air A adalah lahan yang selalu terluapi air, baik pada saat pasang besar maupun
kecil. Tipe B hanya terluapi air pada saat pasang besar saja. Sedangkan lahan
tipe C lahan tidak terluapi air pasang, namun air tanahnya dangkal (Suastika,
1997).
BAB
3. PENGELOLAAN
3.1 Pengolahan Tanaman
Pangan Pada Lahan Pasang Surut
Pengelolaan Tanaman Padi
Di indonesia sampai saat ini
masih terdapat ±20.1 juta Ha yang banyak tersebar di kepulauan Sumatra dan
Kalimantan. Pada dasarnya jenis-jenis lahan ini banyak mengandung bahan organic
karena cenderung berada pada daerah gambut. Oleh karena itu, jika pengelolaan
yang dilakukan tepat maka tidak mustahil jika digunakan sebagai solusi
peningkatan produksi pangan. Berikut adalah data wilayah lahan pasang surut di
indonesia:
Pengelolaan
pada lahan pasang surut, lahan masam ataupun lahan gambut harus disesuaikan
dengan karakteristik lokasinya, dimana karakteristik tersebut akan menentukan
kesesuaian dengan jenis komoditasnya.
Metode/Cara
Budidaya
Pengolahan tanah: tindakan awal yakni
dilakukan penggenangan air 5-10cm untuk memisahkan zat beracun dari tanah dan
selanjutnya menyalurkannya keluar. Olah tanah dilakukan dengan kedalaman yang
relative dangkal. Hal ini bertujuan agar pengolahan tersebut tidak sampai pada
lapisan pirit yang dapat meracuni tanaman berkisar 20-25 cm. Tahapan pengolahan
tersebut yakni membuang rumput yang tumbuh dan mengkondisikan lahan
macak-macak. Selanjutnya dilakukan pembuatan saluran “cacing” yakni saluran kecil yang berfungsi sebagai saluran
pembuangan zat beracun yang umumnya juga digunakan sebagai petakan dengan
kedalaman 20cm.
Penanaman : pada umumnya dipilih varietas
padi yang berumur dalam (lama). Penanaman menggunakan sistem jajar legowo untuk
memaksimalkan pertumbuhan tanaman dan berpotensi produksi optimal.selanjutnya
untuk proses perawatan sama dengan pengelolaan tanaman padi pada umumnya.
Berdasarkan penelitian rata-rata hasil padi mencapai4-5ton/ha.
3.2
Pengelolaan Tanaman Pangan Lahan Gambut
Kunci keberhasilan budidaya
padi sawah pada lahan gambut terletak
pada keberhasilan dalam pengelolaan dan pengendalian air, penanganan sejumlah
kendala fisik yang merupakan faktor pembatas, penanganan substansi toksik dan
pemupukan unsur makro dan mikro. Persyaratan lahan yang dapat ditanami tanaman
pangan khususnya padi yakni Lahan gambut yang sesuai untuk padi sawah adalah
gambut dengan (20-50 cm gambut) dan gambut dangkal (0,5-1 m). jika .1 m maka
padi tidak akan menghasilkan malai karena karena kahat unsur hara mikro Subagyo
et al, 1996). andungan bahan organik tinggi, asam-asam organik menghambat
pertumbuhan, terutama akar, mengakibatkan rendahnya produktivitas bahkan
kegagalan panen.
Metode/Cara
budidaya
Pengolahan lahan dilakukan
dua kali, dimulai dengan pembersihan lahan dari gulma. Pengolahan pertama,
adalah membalik tanah, sedang pengolahan kedua adalah menghaluskan tanah dan
meratakannya. Lahan yang telah dibersihkan kemudian dibuat petakan sawah. Selanjutnya
lahan dibiarkan hingga macak-macak. Padi yang baik ditanam pada lahan gambut
yakni:
Selama masa tanam hingga
padi berumur 2mst tidak perlu dilakukan penggenangan, hal ini karena kadar air
pada lahan gambut cukup tinggi sehingga tidak digenang agar aerasi baik. Pada
umum 2mst dilakukan penggenangan setinggi 10 cm dari permukaan tanah.
Penyiangan dilakukan dua kali yakni, pertama saat tanaman berumur 3 mst dan
penyiangan kedua saat berumur 5 mst. Selanjutnya penggenangan dilakukan secara
intermitten (berselang) untuk menjaga keseimbangan aerasi tanah. pemupukan
diberikan dengan menggunakan Pupuk yang diberikan Urea, SP36 dan KCl dengan
tiap pupuk berdosis 150, 125 dan 125 kg ha-1 yang dilakukan secara sebar. Urea
diberikan dua kali yakni saat tanam dan berumur 4 mst, sedangkan SP36 dan KCl
diberikan sekaligus pada saat tanam. Sp-36 dan KCL di berikan di awal karena
kemasaman tanah sawah gambut di daerah ini 3.75-4.05, kandungan N total tinggi
pada ketebalan 0-40 cm, ketersediaan P rendah–sedang, kandungan Ca, Mg dan K
sangat rendah, kandung-an hara mikro terutama Cu dan Zn rendah. kendala pada
lahan gambut yakni rendahnya ketersediaan hapa P sehingga anakan produktif yang
dihasilkan dibawah 50% jumlah anakan maksimum. Namun secara keseluruhan hasil
panen cukup baik dengan rata-rata panen sebagai berikut:
3.3
Pengelolaan Lahan Mineral Masam
Tanah mineral masam memiliki
kendala fisik, antara lain; pertama, kandungan bahan organik yang rendah yaitu
sekitar 2% bahkan banyak tanah yang telah diusahakan untuk pertanian lebih
rendah lagi. Produktivitas tanah turun karena kombinasi kahat unsur hara,
degradasi fisik tanah dan hilangnya bahan organik karena adanya proses
dekomposisi bahan organik dipercepat dan hilangnya bahan organik oleh adanya
erosi. Erosi yang menghilangkan lapisan tanah atas yang subur, dan meninggalkan
lapisan tanah bawah yang mengandung Al tinggi dan bersifat toksik sebagai
lapisan olah tanah untuk media tanaman. kendala utama pada tanah jenis ini
yakni kandungan hara yang rendah menyebabkan input pupuk cukup besar. Pupuk
yang diberikan pun jika sintetik akan semakin menurunkan kesuburan tanah, oleh
karena itu pemupukan dengan bahan organic mutlak perlu dilakukan.
Berdasarkan karakteristik
lahanya tanaman kedelai mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan
di tanah Ultisol asal dibarengi dengan pengelolaan tanaman dan tanah yang
tepat. Umumnya tanah tersebut mempunyai pH yang sangat masam hingga agak masam,
yaitu sekitar 4.1-5.5, jumlah basa-basa dapat ditukar tergolong rendah hingga
sedang dengan komplek adsorpsi didominasi oleh Al, dan hanya sedikit mengandung
kation Ca dan Mg. Kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) lapisan
atas tanah umumnya rendah hingga sedang (Subagyo et al., 2000). Selain
pengolahan tanah yang baik input pupuk juga harus mendukung,terutama penggunaan
bahan organic.
Cara
budidaya
Pengolahan tanah awal
haruslah intensif dengan penambahan banyak Bahan Organik sebagai penambahan
hara awal serta dilakukan penambahan kapur CaCO3 sebagai penetral pH.
Sebaiknya padi yang diusahakan yakni jenis padi gogo yang tendering tahan
terhadap kondisi tanah semacam ini. Penanaman sebaiknya menggunakan bibit
dengan asupan air yang cukup agar tanaman lebih adaptif terhadap lingkungan
tumbuhnya. Pemupukan disesuaikan dengan dosis yang telah ditentukan saat
pemupukan juga secara rutin dilakukan penambahan CaCO3 untuk menjaga
kestabilan pH.
BAB
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Budidaya
tanaman pangan pada lahan pasang surut
teknik utama yang harus diterapkan yakni pengelolaan air yang baik serta
pemilihan varietas yang sesuai. Dibuat parit cacingan untuk meminimalisir air
yang masuk serta sulan pengeluaran air saat surut agar tidak terjadi
penggenangan. Untuk penanamannya sendiri dapat disamakan dengan pola pertanian
sawah, hanya saja lebih ditekankan pada pengelolaan air. Lahan gambut Kendala utama pada lahan gambut pada umumnya yakni pH
yang terlalu masam dan umumnya terjadi penggenangan. Pada proses budidaya dapat
ditambahkan kapur untuk menaikkan pH dan irigasi yang baik agar tidak terjadi
penggenangan. Untuk tanaman padi yang sesuai ditanam adalah jenis padi gogo karsena
tahan kekeringan sebab pada musim kering rata-rata lahan gambut menjadi
gersang. Input yang sangat penting ditambahkan yakni kapur. Lahan mineral masam Jenis lahan ini
sangat minim akan bahan organic kareana terjadi percepatan dekomposisi dan
terjadinya erosi. Oleh karena itu, budidaya tanaman pangan pada lahan ini perlu
ditekankan penekanan penambahan Bahan Organik dan penambahan CaCO3.
Untuk jenis padi yang baik ditanam pada lahan ini adalah padi gogo karena pada
umumnya ladan relative kering.
4.2
Komentar
Pada dasarnya budidaya
tanaman pangan dapat dilakukan pada lahan marginal jika ditunjang dengan teknologi
yang sesuai. Permasalah utamanya lahan marginal diatas yakni pengelolaan
irigasi dan kondisi pH yang masam.
4.3
Saran
Sebelum melakukan budidaya
pada suatu lahan hendaknya kita pahami dulu karakteristik yang ada sehingga
dapat ditentukan teknologi dan metode apa yang baik diterapkan pada lahan
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi,
M. 2007. Karakteristik Kimia Lahan Gambut Dangkal dan Potensinya untuk
Pertanaman Cabai dan Tomat. Bul. Agron. (35) (1) 36 – 43 (2007)
Anonime.
Karakteristik dan Potensi Lahan Pasang Surut.htm (COMPAS.COM). diakses 20 februari 2013
Ardi,
Didi. 2007. Jenis-Jenis Lahan Berpotensi Untuk Pengembangan Pertanian Di Lahan
Rawa. Jurnal Litbang Pertanian, 26(3), 115-122, 2007
Jamberi,
Achmadi. 2003. Prospek Pengembangan Tanaman Pangan Di Lahan Pasang Surut. Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Banjar Baru 70712, Kalimantan Selatan
Mansur.
2001. Identifikasi Kedalaman Lapisan Pirit Di Lapangan. Buletin Teknik
Pertanian Vol. 6. Nomor 2, 2001
Sabran,
M. 2000. Pengujian Galur Kedelai di Lahan Pasang Surut (Testing of Soybean
Genotypes for Tidal Swampland). Balai Pel,elitian Tanaman Pangan Lahan Rawa.
Bul. Agron (28) (2) 41 48 (2000)
Suriadikarta,
D. 2008. Pemanfaatan Dan Strategi Pengembangan Lahan Gambut Eks Plg Kalimantan
Tengah. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 2 No. 1, Juli 2008
Suwastika,
I wayan. 1997. Budi Daya Padi Sawah di Lahan Pasang Surut. Proyek Penelitian
Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP
Add caption |
pengaruh / respon hormon IBA (Indole Butyric Acid)
BAB
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu usaha untuk
meningkatkan persentase pertumbuhan stek ialah dengan menggunakan jenis hormon
IBA (Indole Butyric Acid) yang
merupakan jenis hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan akar. Hormon
IBA digunakan karena perbanyakan stek mempunyai beberapa kendala, yaitu zat
tumbuh tidak tersebar merata sehingga pertumbuhan stek tidak seragam. IBA
memiliki kandungan kimia yang lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama
sehingga dapat memacu pembentukan akar. IBA (Indole Butyric Acid) yang diberikan pada stek akan tetap berada
pada tempat pemberiannya sehingga tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan
tunas. Hormone ini akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar sehingga
sistem penyerapan hara akan berlangsung dengan baik sehingga tanaman akan
berkembang secara optimal.
Tanaman yang digunakan
untuk penelitian pengaruh hormone IBA pada pertumbuhan akar yakni tanaman buah
naga. Buah naga yang dipilih adalah buah naga daging putih (Hylocereus undatus). Pemilihan buah naga
putih ini karena memiliki syarat tumbuh yang cocok untuk ditanam di dataran
rendah yakni dengan suhu yang tidak terlalu sejuk, jika buah naga putih ditanam
pada suhu yang relatif sejuk maka produktivitasnya akan berkurang karena akan
lebih banyak tumbuhnya tunas daripada buah. Perlakuan yang diberikan yakni 5
variasi konsentrasi hormon IBA, yaitu 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, dan
4000 ppm dengan setiap perlakuan diulang 5 kali sehingga didapatkan 25 unit eksperimen.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Semakin tinggi konsentrasi IBA,
maka berpengaruh positif terhadap pertumbuhan akar pada stek batang tanaman
buah naga yang meliputi persentase stek yang berakar, panjang akar, dan
biomassa akar. Perlakuan dengan konsentrasi 2000 ppm terjadi peningkatan paling
tinggi sedangkan pada perlakuan dengan konsentasi 500 ppm memberikan pengaruh
terhadap persentase stek yang berakar, panjang akar, dan biomassa akar yang
rendah. Pada konsentrasi 0 ppm yang merupakan kontrol tidak menunjukkan adanya
pertumbuhan akar. Pada konsentrasi 4000 ppm terjadi penurunan.
Pada grafik diatas
menunjukkan adanya perkembangan jumlah akar yang signifikan yang seiring dengan
penambahan IBA sampai pada titik tertentu. Hormon IBA mendorong pembelahan sel
dengan cara mempengaruhi dinding sel epidermis. Induksi auksin dapat mengaktivasi
pompa proton (ion H+) yang terletak pada membran plasma sehingga menyebabkan pH
pada bagian dinding sel lebih rendah dari biasanya, yaitu mendekati pH membran
plasma. Hormon auksin mampu mengendurkan dinding sel epidermis, sehingga
dinding sel epidermis yang sudah kendur menjadi mengembangHal ini dapat
memudahkan air masuk ke dalam batang. Masuknya air ke dalam batang akan memacu
proses perakaran. selain itu masuknya hormon IBA ke dalam dinding sel epidermis
mampu mempengaruhi aktivitas gen dalam memacu transkipsi berulang DNA menjadi m-RNA.
Tersedianya m-RNA ini maka akan terjadi tranlasi m-RNA menjadi enzim yang mempunyai
aktivitas katalis tinggi pada konsentrasi yang rendahOleh karena itu,
penambahan akar sebanding dengan penambahan IBA.
Tersedianya enzim ini maka bahan-bahan
protein atau polisakarida yang menyebar pada dinding sel epidermis dapat dipecah
dengan segera untuk menghasilkan energi yang akan mendukung proses pembentangan
dan pembesaran sel, sehingga mendorong pembelahan sel dan terjadi pertumbuhan
akar.
Pada grafik ditunjukkan bahwa
konsentrasi IBA yang berlebih menyebabkan penurunan pertumbuhan akar. Hal ini
karena hormon IBA yang berlebihan akan menghasilkan etilen. kenaikan
konsentrasi hormon IBA maka akan meningkatkan ACC sintase yang merupakan enzim
untuk mengubah prekursor S-Adenosylmethionine (AdoMet) menjadi 1- Aminocyclopropane-1-carboxylic
acid (ACC) yang selanjutnya menjadi etilen melalui Siklus Yang. Etilen akan
menghambat pemanjangan akar karena pemelaran sel ke samping lebih terpacu
sehingga akar relative membesar namun berhenti memanjang.
BAB
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pengamatan pada perlakuan pengaruh hormone IBA terhadap perumbuhan akar buah
naga (Hylocereus undatus),
menunjukkan bahwa penambahan IBA berkorelasi positif terhadap pertumbuhan akar.
Berdasarkan data diketahui penambahan IBA dengan peningkatan dosis dapat
meningkatkan pertumbuhan akar. Pada perlakuan 0 ppm tidak menunjukkan pertumbuhan
pada akar, sedangkan pada dosis 2000 ppm menunjukkan respon yang paling baik
pada pertumbuhan akar. Pada dosis 4000 ppm pertumbuhan akar cenderung menurun
hal ini karena tinggi IBA memacu terbentuknya etilene yang dapat menghambat
pertumbuhan akar.
Sumber:
Shofiana,
Arini dkk. 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Hormon IBA (Indole
Butyric Acid) terhadap Pertumbuhan Akar pada Stek Batang Tanaman Buah Naga (Hylocereus undatus). LenteraBio Vol. 2 No. 1 Januari 2013:101–105
Rabu, 17 April 2013
pertumbuhan dan perkembangan
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan
tanaman merupakan suatu proses penambahan ukuran tanaman yang dapat diukur
berdasarkan skala ukur serta bersifat ireversibel atau tidak dapat kembali
kebentuk semula. Selain itu, pertumbuhan merupakan peningkatan jumlah atau
volume berat kering yang terdeferensiasi secara spesifik selama proses
pertumbuhan tanaman. Sedangkan perkembangan merupakan peristiwa pendewasaan sel
atau peningkatan fungsi sel, jaringan atau organ pada tanaman sehingga memiliki
fungsi yang lebih kompleks. Pertumbuhan dan perkembangan tanamn ini dipengaruhi
oleh banyak factor baik itu factor internal maupun eksternal dari luar tanaman.
factor internal meliputi konsentrasi fitohormon yang tekandung dalam tanaman,
aktifitas enzim dan lain sebagainya. Sedangkan factor eksternal yakni berupa
input penambahan dari luar misalnya pupuk atau perlakuan lainnya.
Pertumbuhan
tanaman ditan dai dengan adanya proses pembelahan sel sehingga tanaman akan
terus berkembang menjadi tanaman yang lengkap atau tumbuh sempurna
menyelesaikan siklus hidupnya. Pertambahan ukuran sel mempunyai
batas yang diakibatkan oleh hubungan antara volume dan luas permukaan sel.
Proses pembelahan sel menentukan dasar untuk arah. Salah satu sifat utama pada
organisme adalah mampu mengubah bahan-bahan sederhana yang diambil dari
lingkungannya menjadi senyawa-senyawa kompleks yang berguna bagi hidupnya.
Bertambahnya bahan-bahan yang lebih berguna inilah yang pada hakekatnya disebut
sebagai tumbuh. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman bukantah
peristiwaperistiwa yang berjalan sendiri-sendiri, melainkan merupakan dua
proses yang berlangsung saling menunjang dan sangat erat hubungannya. Kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanamn sangat bergantung pada factor
nutrisi. Jika nutrisi tanaman terpenuhi maka pertumbuhan dan perkembangan
tanaman akan berjalan secara optimal dan jika tidak pertumbhan dan
perkembangannya akan terhambat.
Air
merupakan salah satu aspek terpenting dalam pertumbuhan tanaman terutama yang
berhuungan dengan transport yg terjadi dlam metabolism tanaman. Selama masa
pertumbuhan dan perkembangan, tumbuhan memerlukan air, unsur hara,
karbondioksida dan oksigen, serta cahaya. Selama masa tersebut, organ-organ
vegetatif seperti daun, batang, dan cabang tumbuhan akan tumbuh dan berkembang
sampai akhirnya terbentuk organ generatif. Organ generatif tumbuhan yang
minimal adalah terdiri dari benang sari dan putik. Proses perkembangbiakan
secara generatif dimulai dari terjadinya pertemuan butir-butir serbuk sari
dengan putik. Di dalam putik, butiran serbuk sari membentuk tabung,kemudian
menjadi bakal biji yang terletak dalam bakal buah. Kondisi ini menandai adanya
calon generasi tumbuhan berikutnya. Secara umum pertumbuhan dan perkembangan
tanaman ini berlangsung untuk menyelesaikan siklus hidupnya hingga tanaman
mencapai fase pembuahan dan menciptakan generasi baru dari biji atau tunasnya.
1.2 Tujuan
1. Mempelajari
terjadinya proses pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman
2. Mengamati
letak daerah pertumbuhan pada akar dan pucuk tanaman.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa factor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yakni suhu lebih dan faktor lingkungan lainnya yang salah
satunya air. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan cekaman suhu tinggi pada 22
genotipe tanaman bunga matahari menghasilkan perubahan yang signifikan pada karakter
fisiologis tanaman secara in vivo. Sementara hasil penelitian VAZ et al menunjukkan
cekaman suhu tinggi (32°C) menekan pertumbuhan bunga matahari secara in vitro.
Oleh karena itu, control terhadap suhu dan kebutuhan air harus terpenuhi secara
optimal untuk menunjang pertumbuhan (Ajijah, 2010).
Untuk mengetahui respon pertumbuhan dapat dilakukan
penelitian menggunakan peak frekuensi audio 3000 Hz. 100 tanaman kentang yang
ditanam rata-rata tinggi tanaman 51,15 cm dan rata-rata tiap tanaman dapat memproduksi
0,87 kg dibandingkan dengan tanaman kontrol yang hanya memiliki ketinggian
44,38 cm serta produksi kentang rata-rata 0,32 kg tiap tanaman, hal tersebut
menunjukkan adanya pertumbuhan tanaman. Tanaman perlakuan memiliki kelajuan
pertumbuhan yang lebih lebih bagus, lebih kuat secara morfologi (Kadarisma,
2011).
Pada proses metabolism
terjadi proses pembentukan sel-sel yang baru terbentuk dengan cepat akan
meningkat ukurannya karena adanya asimilasi makanan ke dalam protoplasma. Pada
fase perkembangan sel ditandai terbentuknya jaringan-jaringan baru seperti
silem, floem, jaringan penguat, jaringan pembuat makanan, dan jaringan
peyimpanan. Umumnya, sel dan jaringan yang sudah matang tidak akan membelah
diri lagi, akan tetapi proses kehidupan yang terjadi hanya mempertahankan ciri
spesifiknya serta fungsinya sepanjang masa hidup tumbuhan. Selian itu, juga
akan terjadi peningkatan fungsi fisiologis organ yang lebih kompleks (Iswaningsih,
2011).
Untuk menghasilkan
pertumbuhan yang optimal, tanaman penghasil rimpang termasuk jahe memerlukan unsur
hara yang cukup banyak khususnya N, P, dan K. Hara K adalah yang paling banyak diserap
tanaman jahe dibandingkan N dan P dengan ratio serapan N:P:K dengan
perbandingan 2,5 : 1,0 : 3,8. Tanaman jahe menyerap K sebanyak 235 kg/ha pada
produksi rimpang tertinggi (45,651 t/ha) dengan perlakuan pupuk K2O 400 kg/ha. Selain
tanaman jahe, tanaman temulawak juga
menyerap hara K lebih banyak dibandingkan N dan P, yaitu menyerap 221,34 kg/ha hara
K, 193,44 kg/ha hara N dari data menunjukkan bahwa unsur hara N, P, K mutlak
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Rahardjo, 2012).
Salah satu factor yang
dapat digunakan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan perkembangan tanaman
yakni pemberian pupuk kandang dan pengaturan jarak tanam merupakan suatu
alternatif yang perlu dipertimbangkan dalam usaha meningkatkan hasil jagung
manis, sehingga perlu diketahui secara pasti peranan masing-masing faktor dalam
mempengaruhi komponen pertumbuhan, komponen hasil dan kemampuan tanaman
bersaing dengan gulma. Jenis pupuk kandang dan jarak tanam yang tepat, dapat
menekan gulma sekecil mungkin yang pada akhirnya akan diperoleh hasil jagung
manis yang lebih tinggi (Sarief, 1989).
Pertumbuhan (growth)
dapat didefinisikan sebagai adanya perubahan secara kuantitatif selama siklus
hidup tanaman yang bersifat tak terbalikkan (irreversible) Bertambah besar
ataupun bertambah berat tanaman atau bagian tanaman akibat adanya penambahan
unsur-unsur struktural yang baru Peningkatan ukuran tanaman yang tidak akan kembali
sebagai akibat pembelahan dan pembesaran sel, sehingga tanaman akan membentuk
suatu individu yang sempurna dengan peningkatan fungsi fisiologis tanaman, Misalnya : perubahan dalam ukuran sel,
jaringan, organ (Harjadi, 1996).
Factor intern tanaman
merupakan factor yang sangat perlu diperhatikan karena memiliki peranan besar
pada pertumbuhan tanaman. Gen berpengaruh dalam menentukan pola pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, artinya tingkat optimalisasi pertumbuhan dimana pola
pertumbuhan kacang tanah tidak akan sama dengan jagung, atau lebih jelas pada
usia dewasa kacang tanah tidak akan mempunyai waktu dan tinggi serta berat yang
sama diantara keduanya. Untuk meningkatkan potensi gen dalam tanaman maka
factor penunjang seperti pupuk dan air juga harus diberikan secara optimal. Tanaman
yang mengandung gen yang baik dan didukung dengan kondisi lingkungan yang
sesuai akan memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan yang baik pula sehingga
sifat unggul atau tidaknya gen akan mempengaruhi pertumbuhan (Lingga, 1999).
Factor hormonal
memiliki peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan
tanaman dikendalikan secara umum oleh
hormon yang disintesis oleh tumbuhan dan terdapat pada semua jaringan. Hormon
pertumbuhan IAA (Indol Acetic Acid) berfungsi dalam pembesaran sel, perkembangan
sel, gugurnya daun dan buah, pertumbuhan buah dari bakal bunga menjadi bunga
dan buah, interaksi timbalbalik tunas dan berbagai pertumbuhan lainnya. Salah
satu contoh IAA yang umum digunakan giberelin. Oleh karena itu, perlu dilakukan
control kesimbangan hormone agar tanaman tumbuh secara optimal (Heddy, 1986).
Air menjadi salah satu
factor pembetas pertumbuhan tanaman jika tidak diberikan pada kondisi yang
optimal. Tinggi tanaman pada kedelai yang diberi air dengan interval 1 liter /
2 hari sekali ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan interval pemberian
pemberian air lainnya yang lebih lama disbanding perlakuan pemberian air
interval 2 hari. Hal ini karena, mampu menyediakan kebutuhan air bagi tanaman
dalam kondisi optimal. Hal ini sesuai dengan haryadi 1986 bahwa pemberian
interval air dalam kondisi optimal memungkinkan hormone tertentu bekerja secara
aktif dalam untuk merentang (Suhartono, 2008).
BAB 3.
METODOLOGI
3.1 Waktu Dan Tempat
Pelaksanaan
praktikum mata kuliah Fisiologi Tumbuhan acara 1 dengan judul “Pertumbuhan Dan
Perkembangan Tanaman” yaitu pada hari Sabtu tanggal 2 Maret 2013 pukul 06.00
WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Dasar
3.2 Alat Dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Beaker glass
2. Object glass
3. Penggaris
3.2.2 Bahan
1. Kecambah kacang tanah
2. Bibit
kacang panjang yang dikecambahkan dalam polybag
3. Aquadest
4. Tinta hitam (tinta cina)
5. Kertas filter
6. Benang
3.3
Cara Kerja
3.3.1
Pertumbuhan Akar
1. Menyediakan
suatu ruangan yang lembab dengan jalan melapisi sisi dalam beaker glass dengan
kertas filter basah/lembab.
2. Melapisi
object glass dengan kertas filter kasar dan basah.
3. Memilih
7 kecambah kacang tanah yang baik (lurus) dan sehat dengan akar lebih dari 1
cm.
4. Memberi
tanda kecil (titik) dengan tinta cina pada 5 biji kecambah sebanyak 10 tanda
dimulai dari ujung akar dengan jarak interval 2 mm. Memberi tanda pada kecambah
yang lain dengan jarak 10 mm dari ujung akar sebagai kontrol.
5. Meletakkan
kecambah-kecambah tersebut pada object glass dengan mengikatnya. Mengusahakan
ujung akar selalu menempel pada kertas filter. Memaasukkan ke dalam beaker
glass yang lembab kemudian menyimpannya di tempat yang gelap.
3.3.2
Pertumbuhan
Pucuk
1. Menanam
biji kacang panjang dalam bak pasir dan membiarkannya beretiolasi selama 4 hari
di tempat gelap.
2. Memberi
10 tanda pada epikotil dari 5 kecambah dengan interval 2 mm yang diambil dari
pucuk tanaman dengan menggunakan tinta cina.
3. Menandai
pada 2 kecambah yang lain dengan satu tanda 20 mm dari pucuk tanaman sebagai
kontrol, kemudian menempatkan pada tempat yang gelap.
BAB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
INTERVAL
|
Hari
Ke-
|
||||
0
|
2
|
4
|
6
|
||
1
|
1
|
0,2
|
10,4
|
25,10
|
23,83
|
2
|
0,2
|
0.71
|
1,42
|
1,54
|
|
3
|
0,2
|
0,72
|
0,81
|
0,82
|
|
4
|
0,2
|
0,55
|
0,83
|
0,81
|
|
5
|
0,2
|
0,47
|
0,63
|
0,63
|
|
2
|
1
|
0,2
|
10,3
|
22,6
|
24,30
|
2
|
0,2
|
0,80
|
0,8
|
0,8
|
|
3
|
0,2
|
0,5
|
0,7
|
0,72
|
|
4
|
0,2
|
0,4
|
0,5
|
0,56
|
|
5
|
0,2
|
0,4
|
0,5
|
0,52
|
INTERVAL
|
Hari
Ke-
|
||||
0
|
2
|
4
|
6
|
||
1
|
1
|
0,1
|
0,34
|
0,36
|
0,36
|
2
|
0,1
|
0,2
|
0,34
|
0,34
|
|
3
|
0,1
|
0,22
|
0,3
|
0,30
|
|
4
|
0,1
|
0,14
|
0,14
|
0,14
|
|
5
|
0,1
|
0,16
|
0,12
|
0,12
|
|
2
|
1
|
0,1
|
0,16
|
0,18
|
1,20
|
2
|
0,1
|
0,38
|
0,56
|
0,16
|
|
3
|
0,1
|
0,18
|
0,46
|
0,66
|
|
4
|
0,1
|
0,10
|
0,10
|
0,10
|
|
5
|
0,1
|
0,10
|
0,10
|
0,10
|
4.2 Pembahasan
Pertumbuhan merupakan
proses penambahan/kenaikan massa dan volume sel, jaringan atau organ tanaman yang
bersifat irreversible (tidak kembali ke asal) karena adanya tambahan substansi
dan perubahan bentuk yang terjadi selama proses tersebut yang umumnya ditandai
dengan pemanjangan dan pembesaran tanaman. Selama pertumbuhan terjadi
pertambahan jumlah dan ukuran sel. Pertumbuhan dapat diukur serta dinyatakan
secara kuantitatif. (dapat dihitung/diukur). Selain itu, pertumbuhan juga
ditandai dengan adanya peningkatan dry mass (berat kering) yang menunjukkan
peningkatan nutrisi pada tanaman.
Sedangkan perkembangan adalah merupakan proses pendewasaan atau
peningkatan sungsi sel/organ tanaman yang tidak dapat diamati secara
kuantitatif namun perkembangannya dapat dilihat.
Akar merupakan bagian
terpenting bagi tanaman karena peranannya yang sangt penting dalam penyerapan
hara untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Oleh karena itu, pertumbuhan dan
perkembangannya haruslah terkontrol. Pertumbuhan dan perkembangan akar diawali
pada saat perkecambahan dimana embrio dirangsang oleh hormone giberelin
sehingga radikula mulai muncul. Selanjutnya akar primer yang terbentuk akan
membentuk akar cabang yang berasal dari respon maristem apical. Pada akar
tedapat tudung akar yang berfungsi untuk melindungi maristem ketika menerobos
tanah dan merupakan daerah yang peka terhadap grafitasi. Sedangkan yang
berfungsi melakukan penyerapan yakni bulu akar. Selain itu, ertumbuhan tanaman
juga ditandai oleh adanya perkembangan pucuk tanaman yang menunjukkan adanya
aktifitas pembelahan sel maristem. Pertumbuhan pucuk ini juga disebut
pertumbuhan primer yang mulai terbentuk sejak tumbuhan masih berupa embrio.
Ujung akar dan ujung batang tempat terjadinya pertumbuhan merupakan daerah
meristem apikal. Pertumbuhan primer menyebabkan batang akan bertambah panajng.
Pertumbuhan pucuk ini pada umumnya akibat adanya rangsangan oleh hormone
auksin. Hormone auksin ini sendiri merangsang pertumbuhan pucuk tanaman
utamanya tunas sehingga terjadi pemanjangan dan perkembangan sel tanaman.
Pertumbuhan dan
perkembangan tanamn merupakan respon dari aktifitas pembelahan sel maristem
yang merangsang seltanaman untuk beregenerasi dan meningkatkan fungsi
sel/organ. Pada tanaman sel maristem terdapat pada titik-titik tertentu yang
lebih afektif memacu pertumbuahn pada titik tersebut antara lain:
1. Maristem
apical : jaringan ini terdapat pada kuncup ujung (ujung batang, ujung akar,
kuncup ketiak) dengan titik tumbuh terbà tas, sedangkan jaringan baru terbentuk
di bawahnya. Pola tumbuh demikian disebut Tumbuh Accretenary. Meristem apical
atau meristem ujung merupakan meristem yang selalu terdapat di ujung akar dan
batang tumbuhan yang aktif membelah untuk pemanjangan sel.
2.
Meristem
interkalar (maristem antara) : jaringan ini umumnya terdapat diantara jaringan
yang berdifferensiasi, misal antara buku dengan ruas atau antara helai daun
dengan pelepah daun. Secara umum meristem ini terletak diantara jaringan
meristem primer dewasa, meristem ini berfungsi menegakkan batang yang rebah.
Tanaman yang banyak memiliki maristem interkalar ini adalah tanaman rumput-rumputan
(Graminae) yang memiliki peranan untuk memperkokoh batang.
3.
Meristem
lateral (maristem samping) : meristem yang merangsang pertumbuhan sekunder,
berfungsi memperluas lebar atau diameter suatu organ. Contoh meristem lateral
adalah kambium vaskuler (membentuk xylem dan floem sekunder) dan meristem lateral
di bagian tepi daun muda untuk aktifitas pembesaran organ. Oleh karena itu,
aktifitas maristem ini memacu batang, cabang dan daun tanaman untuk membesar.
Pertumbuhan
dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa factor baik itu internal
maupun eksternal. Farktor ini akan memacu pertumbuhan jika terpenuhi secara
optimal dan akan menghambat jika keberadaannya tidak terpenuhi atau dalam
keadaan berlebih. Factor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan antara
lain:
ü Faktor Internal
1.
Faktor
genetic merupakan sifat-sifat tanaman yang diturunkan oleh indukannya.
Pertumbuhan dan Perkembangan tanaman tersebut bergantung pada gen yang
diturunkan tetuanya, namun sifat tersebut akan muncul jika didukung oleh
lingkungan yang optimal.
2.
Factor
Hormonal (fitohormon) merupakan senyawa perangsang pertumbuhan tanaman. hormone
akan mengtur aktifitas pertumbuhan dirangsang atau dihambat yang disesuaikan
dengan factor lingkungan yang mempengaruhi. Pada saat tercekam hormone akan
bersifat menghambat.
3.
Metabolism
tanaman : keberlangsungan metabolism tanaman yang baik akan membuat sistem
transport dan pembelahan sel berjalan dengan baik sehingga pertumbuhan akan
baik pula, missal laju fotossintesis, respirasi dan proses sintesis berjalan
dengan baik maka metabolism tanaman akan berjalan dengan baik.
ü Faktor Eksternal (Faktor lingkungan)
1.
Air
: air sangat berperan dalam proses metabolism dan sistem transpost pada
tanaman, sehingga keberadaannya harus terpenuhi. Air berfungsi Untuk
fotosintesis, Mengaktifkan reaksi-reaksi enzim, Membantu proses perkecambahan
biji, Menjaga (mempertahankan kelembapan), Untuk transpirasi, Meningkatkan
tekanan turgor sehingga merangsang pembelahan sel, Menghilangkan asam absisi.
2.
Nutrisi
merupakan makanan yang dibutuhkan tanamn untuk hidup yang diambil dalam bentuk
ion. Nutrisi tanaman yang dibutuhkan termasuk pupuk, vitamin, penambahan
hormone jika kurang dan lain sebagainya.
3.
Iklim
: berhubungan dengan cahaya, suhu, air, panjang hari angin serta beberapa gas
yang dibutuhkan tanaman (missal CO2 untuk fotosintesis) semuanya
harus dalam kondisi optimal. Termasuk kelembanpan juga harus dalam kondisi
optimal karena selain mempengaruhi pertumbuhan an perkembangan juga dapat
memicu adanya serangan OPT.
Berdasarkan
dari hasil pengamatan yang dilakukan pada pertumbuhan dan perkembangan akar dan
pucuk terjadi pertumbuhan yang signifikan pada titik-titik tertentu (interval)
pengamatan. Pertumbuhan interval yang signifikan tersebut menunjukkan adanya
aktivitas pembelahan sel pada jaringan maristematis pada tanaman. pemanjangan
pada interval yang diamati menunjukkan bahwa kemungkinan besar sel maristematis
tanaman berada pada daerah tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan akar tanaman
diketahui bahwa rata pemanjangan interval yang signifikan terletak pada bagian
ujung akar. Pada pengukuran interval akar kelompok 3 diketahui pada H ke-0
(0,1), H ke-2 (0,34), H ke-4 (0,36) dan pada H ke-6 (0,36). Sedangkan pada
bagian pangkal pertumbuhannya relative rendah dimana pada H ke-0 (0,1) sampai
pada H ke-6 (0,12) membuktikan bahwa pertumbuhannya rendah. Begitu pula pada
kelompok 4 berdasarkan hasil pengukuran pada interval ujung menunjukkan H ke-0
(0,1), H ke-2 (0,16), H ke-4 (0,18) dan H ke-6 (1,20) hal tersebut manunjukkan
pertumbuhan yang signifikan disbanding dengan pertumbuhan pangkal akar H ke-0
(0,1) sampai pada H ke-6 (0,10) menunjukkan pertumbuhan yang relative stagnan. Sehingga
berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa jaringan maristematis tanaman pada
akar benyak terakumulasi pada bagian ujung akar, dimana selnya aktif mebelah.
Pada
pengamatan pertumbuhan dan perkembangan pucuk juga menunjukkan bahwa jaringan
maristem berada pada bagian ujung dekat tunas tanaman. hal ini dibuktikan pada
data yang di peroleh, pada kelompok 1 diperoleh data pada H ke-0 (0,2), H ke-2
(10,40), H ke-4 (23,83) dan H ke-6 (25,10) menunjukkan pertumbuhan yang sanagat
signifikan. Sedangkan pada pertumbuhan interval dekat pangkal H ke-0 (0,2)
sampai H ke-6 (0,63) hal tersebut menunjukkan selisih yang besar antara
interval ujung dan pangkal. Pada kelompok 2 interval ujung menunjukkan H ke-0
(0,2) sampai H ke-6 (24,30) dan pada interval pangkal H ke-0 (0,2) sampai H
ke-6 (0,52). Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa jaringan
maristem terakumulasi pada bagian ujung dekat tunas tanaman.
Keterangan:
P1
: ujung
P2
: pangkal
BAB 5. PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hsil praktikum dan pengamatan yang telah
dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1.
Pertumbuhan
merupakan proses peningkatan jumlah atau volume sel, jaringan
atau organ tanaman yang bersifat irreversible atau peningkatan jumlah/volume
berat kering tanaman. sedangakan perkembangan merupakan proses pendewasaan
jaringan dan peningkatan fungsi sel/organ tanaman.
2.
Jaringan
meristem dibedakan menjadi meristem apical, interkalar, dan lateral. Meristem
apical : terdapat di ujung akar dan batang tumbuhan. Meristem interkalar :
terletak diantara jaringan meristem primer dewasa. Contoh pada batang
rumput-rumputan (Graminae). Meristem lateral : meristem yang menghasilkan
pertumbuhan sekunder pertumbuhan diameter tanaman.
3.
Factor
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan yakni factor internal (Genetik,
Hormonal, sistem metabolism tanaman), ekstenal (Air, Nutrisi, Suhu, Cahaya, Panjang
hari, kelembapan).
4.
Berdasarkan
hasil pengamatan pertumbuhan dan perkembangan akar dan pucuk tanaman. diketahui
bahwa pada bagian akar jaringan maristem terdapat pada ujung interval,
sedangkan pada pucuk tanaman jaringan maristem terdapat pada bagian ujung dekat
tunas tanaman.
5.2
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Ajijah,
Nur. 2010. Pengaruh Suhu Inkubasi Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Embrio Somatik
Purwoceng (Pimpinella Pruatjan Molk.). Jurnal Littri 16(2), Juni 2010 : 56 – 63 ISSN 0853-8212
Harjadi,
S. S. 1996. Pengantar Agronomi. PT
Gramedia Pusaka Utama
Heddy,
S. 1986. Hormon Tumbuhan. CV.
Rajawali. Jakarta
Imaningsih, W., Hidayaturrahman. dan Gunawan. 2011. Pertumbuhan
Tanaman Jagung (Zea Mays) Yang Diberi Kompos Tanah Gambut Dengan Stimulator
EM4. Bioscientiae. Vol. 8 (2): 6-15.
Kadarisman.
2011. Peningkatan Laju Pertumbuhan Dan Produktivitas Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum
L.) Melalui Spesifikasi Variabel Fisis Gelombang Akustik Pada Pemupukan Daun (
Melalui Perlakuan Variasi Peak Frekuensi). Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta 3 (1), 14 Mei 2011
Lingga,
P. 1999. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar
Swadaya
Rhardjo,
Mono. 2012. Pengaruh Pupuk K Terhadap Pertumbuhan, Hasil Dan Mutu Rimpang Jahe
Muda (Zingiber Officinale Rocs.). Jurnal
Littri 18(1), Maret 2012. Hlm. 10 – 16 ISSN 0853-8212
Sarief,
E. S. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah
Pertanian. Pustaka Buana. Bandung
Langganan:
Postingan (Atom)