Kebun Bunga

menyediakan bunga, pohon, dan bibit tanaman buah

Senin, 29 Oktober 2012

Mekanisme “cara/metode/teknik” meningkatkan kestabilan agroekosistem dari berbagai aspek

Nama   : ulil abror putra yudha
NIM    :101510501143
MK      : PSPB
Kelas   : D

Mekanisme “cara/metode/teknik” meningkatkan kestabilan agroekosistem dari berbagai aspek

          Agroekosistem merupakan suatu modifikasi lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan kembali kenekaragaman hayati meskipun dalam lingkup yang tidak terlalu luas. Pada agroekosistem manusia menjadi faktor penentu keberhasilan serta penataan konsep ekosistem yang baik serta menguntungkan bagi semua makhluk hidup utamanya manusia. Namun agroekosistem ini lebih cenderung pada penataan lahan-lahan pertanian dan beberapa varietas tanaman saja sehingga lingkup keanekaragaman hayatinya tidak terlalu luas.
            Agroekosistem sendiri terbentuk berdasarkan dua faktor utama yakni sistem alam dan sistem lingkungan. Sistem alam berkaitan dengan keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem sedangkan sistem sosial berkaitan dengan peranan manusia dan manfaatnya bagi mereka. Beberapa komponen natural dalam agroekosistem antara lain meliputi faktor-faktor biofisik seperti tanah, air, iklim, tumbuhan, hewan dan lainnya yang saling berinteraksi dalam suatu mekanisme tertentu sehingga akan saling mempengaruhi. Misal, adanya perubahan kondisi tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan lainnya.
system sosial terdiri dari beberapa aspek  yakni organisasi sosial, ekonomi, institusi politik dan system kepercayaan merupakan hal-hal yang saling memberikan pengaruh pada terbentuknya karakter tertentu, daya tahan, stabilitas dan tingkat kemajuan (Rambo, 1983). Selain  itu, interaksi antara system sosial dan system natural  dalam sebuah agroekosistem juga saling memberikan pengaruh. Perubahan pada system natural akan berpengaruh pada system sosial, dan sebaliknya perubahan dalam system sosial juga akan memberikan pengaruh pada system natural. Namun yang menjadi aspek penentu keseimbangan agroekosistem adalah manusia yang dapat mengarahkan pola dan metode pembentukannya.
Mekanisme dan Aspek Kestabilan Agroekosistem
Manusia         : manusia merupakan asapek terpenting dalam peningkatan kestabilan agroekosistem. Hal ini,karena pengaturan sistem yang diterapkan tergantung pada timbal bail yang dapat diperoleh oleh manusia itu sendiri. Cara yang umum dilakukan yakni melakukan pertanian multi kultur dan pengendalian yang arif sehingga ekosostem tetap terjaga.
Biofisik           : merupakan faktor alam yang meliputi berbagai aspek lingkungan seperti tanah, air, tumbuhan dll. Kenekaragaman biofisik yang ada akan menentukan seberapa besar kestabilan ekologi di daerah tersebut. Cara yang dapat diterapkan yakni dengan melakukan pengendalian yang arif serta pengolahan tanah dan tumbuhan yang baik sehingga rantai makanan didalamnya tetap terjaga.
Sosial              : meliputi interaksi manusia dengan ligkungan. Pada umumnya kestabilan akan terjadi jika ada timbal balik yang menguntungkan antara keduanya. Dalam hal ini yang dapat dilakukan yakni pelestarian dan memuliyaan lingkungan.
Ekonomi         : jika agroekosistem ini memberikan dampak ekonomi yang positif maka secara otomatis manusia akan mempertahankan kondisi agroekosistem tersebut. Namun jika ada kesenjangan ekonomi, hal yang dilakukan yakni mengatur ulang metode dan teknik pembentukan agroekosistem agar lebih ekonomis.
Politik/pemerintah     : peranan pemerintah menjadi faktor pendukung keseimbangan agroekosistem, pemerintah menjadi kontrol dan pengawas kegiatan pertanian yang mengarah pada keseimbangan agroekosistem sehingga perlu adanya kebijakan yang mengaturnya.
Budaya/kepercayaan : pada umumnya manusia menerapkan konsep agroekosistem berdasarkan adat dan budaya yang berlaku dimasyarakat. Cara ini cukup baik karena umumnya masyarakat akan cenderung mempertahankan kondisi alam sekitarnya sehingga hanya perlu sedikit sosialisasi untuk kemajuan teknologi didalamnya.
Budidaya/input : berupa pemupukan, pengendalian dan lainnya. Konsep iniharus sangat diperhatikan karena adanya dosis, rentan waktu dan cara pemberian input yang tidak arif akam merusak kestabilan agroekosistem. Seperti tejadinya peledakan hama, residu tanah yang tinggi, keracunan pada tanaman maupun hewan dan lain sebagainya (hilmanto, 2009). dalam Praktek Local Ecological Knowledge dalam teknik pemupukan masyarakatDusun Lubuk Baka berdasarkan perbedaan etnis
            Selain itu, hal yang harus diperhatikan yakni cara, waktu, dosis, serta rentan waktu pengendalian OPT yang dilakukan. Hal ini, karena sebagian besar penyebab kesenjangan agroekosistem adalah pengendalian yang tidak tepat dan tidak arif sehingga keanekaragaman hayati berkurang. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian secara Agroecosystem management for Pest Control (Nurindah, 2006).
Sumber:
Hilmanto, Rudi. 2009. (Local Ecological Knowledge In The Technique Of Fertilizer Application In Agroforestry System). Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009
Nurindah. 2006. Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama. Indonesian Tobacco and Fibre Crops Research Institute Volume 5 Nomor 2, Desember 2006 : 78 – 85

Pembuatan Lubang Tanaman pada Tanaman Kakao di Lapangan


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kakao (theobroma cacao L) merupakan jenis tanaman perkebunan yang cukup mudah dibudidayakan. Persyaratan tumbuh tanaman ini tidak terlalu rumit, hanya meliputi kesesuaian lahan dan karakteristik lingkungan saja. . Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki keasaman (pH) 6-7,5, tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4; Air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu, kedalam air tanah diisyaratkan minimal 3 m. Faktor kemiringan lahan sangat menentukan kedalaman air tanah. Pembuatan teras pada lahan yang kemiringannya 8% dan 25% masing-masing dengan lebar minimal 1 m dan 1,5 m. Sedangkan lahan yang kemiringannya lebih dari 40% sebaiknya tidak ditanami cokelat. Media Tanam Daerah yang cocok untuk penanaman cokelat adalah lahan yang berada pada ketinggian 200-700 m dpl. Jika dilihat dari karakteristiknya pembudidayaan tanaman kakao cukup mudah dilakukan sehingga hanya permasalahan permodalan yang menjadi permasalahan utamanya. Oleh karena itu sebagian besar tanaman kakao ini dibudidayakan oleh perkebunan pemerintah dan beberapa pihak suasta yang memiliki cukup modal.
Untuk mendapatkan media yang sesuai dengan tanaman kakao perlu dilakukan pengolahan tanah yang baik. Pengolahan lahan tersebut meliputi pembersihan lahan dari gulma dan kayu-kayuan kecil. Pembersihan ini berujuan untuk menghindarkan adanya kontaminasi penyakit atau pathogen yang dimungkinkan berada dalam tanaman. Selain itu pembersihan bertuuan untuk mempermudah pembuatan lubang tanam saat pemindahan bibit kakao. Lubang tanam kakao umumnya dibuat dengan ukuran kedalaman 60 x 60 x 60 cm. ukuran ini sudah dianggap memadai untuk mendukung adaptasi perakaran bibit dengan kondisi lapang. Namun ukuran lubang tanam pada tanah tanah yang teksturnya lebih berat tanah dengan kadar lempung cukup tinggi ukuran lubang perlu diperbesar agar perakaran bibit memiliki waktu untuk beradaptasi lebih lama dengan lingkungan fisik perakaran. Selain itu, sebaiknya lubang tanam tidak dibuat ketika tanah dalam kondisi sangat basah, terutama pada tanah bertekstur berat sebab hal ini dapat mengakibatkan perkembangan akar menjadi terganggu/terhambat.
Pembuatan lubang ini dilakukan jauh disawal sebelum dilakukannya pemindahan bibit ke lapang. Pembuatan lubang tanam dilakukan 3-6 bulan sebelum transplanting dengan membiarkan tanah terjemur selama 2-3 bulan. Hal ini bertujuan untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan unsure-unsur yang bersifat racun (toxit) berubah menjadi tidak meracuni (non-toxit). Setidaknya sebelum tanam tanah galian dikembaliakn kedalam lubang agar kondisi tanah berada dalam keseimbangan dengan kondisi lingkungan sekitar. Pada saat pengembalian tanah galian usahakan dilakukan pencampuran bahan organic yang bertujuan untuk meningkatkan hara dalam tanah. Selain itu, tambahan bahan organic juga dapat memperbaiki tekstur tanah sehingga dapat berperan baik dalam perkembangan akar. Bahan organic yang diberikan ini dapat berupa seresah, kotoran hewan ataupun campuran keduanya. Dengan ditambahkannya bahan organic akan memperbaiki aerasi dan drainase tanah sehingga nantinya akar akan tercukupi kebutuhan air dan udaranya.

1.2  Tujuan
1.      Mahasiswa mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan lubang tanam.
2.      Mengetahui teknik cara pembuatan lubang tanam.
3.      Mahasiswa dapat menentukan pola tanam dan jarak tanam yang ideal untuk penanaman tanaman kakao di lapang.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Sifat biologi tanah belum menjadi pertimbangan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan, karena hubungannya belum banyak diketahui secara pasti. Secara tidak langsung sifat tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Keasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar 5,6-6,8. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu di atas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya simpan lengas tanah. Tingginya kemampuan absorpsi menandakan bahwa daya pegang tanah terhadap unsur-unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk diserap akar tanaman. (Sudirman,2006).
Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulkcocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Siregar, 2006).
Sifat-sifat tanah yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara mikro dan makro tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, PH atau keasaman tanah, dan kadar bahan organik relatif mudah diperbaiki dengan teknologi yang ada. Sementara itu, sifat tanah yang meliputi tekstur, struktur, konsistensi, kedalaman efektif tanah (slum), dan akumulasi endapan suatu (konkresi) relatif sulit diperbaiki meskipun teknologi perbaikannya telah ada (Purnomo, 2006).
Perawatan kebun kakao merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar memperoleh produksi biji kakao yang tinggi dan terus berkelanjutan. Perawatan yang harus diprioritaskan, untuk tujuan seperti memperbaiki kondisi vegetatif tanaman kakao, meningkatkan produktivitas dan kesinambungan produksi hingga umur ekonomisnya sekitar 28 tahun dan menjaga kelestarian tanah dan lingkungannya, adalah pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Perawatan kebun kakao ini terbagi atas dua fase, yaitu perawatan dalam fase  tanaman belum menghasilkan (TBM) dan fase tanaman menghasilkan (TM). Perawatan dalam fase TBM adalah pembersihan gulma secara manual pada piringan tanaman, pemupukan, pemangkasan penaung tetap dan penaung sementara, pemangkasan bentuk tanaman kakao, dan pengendaliah hama maupun penyakit (Semangun, 2000).
Kakao merupakan salah satu komoditas pertanian yang peranannya sangat penting bagi perekonomian regional Sulawesi Barat, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja, sumber pendapatan petani dan devisa Negara. Namun sejak beberapa tahun terakhir, produktivitas perkebunan kakao di daerah ini mulai menurun dan peranannya mulai memudar karena adanya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), Conopomorpha cramerella Snell (Lepidoptera; Gracillariidae). Belum tuntas masalah PBK, muncul lagi penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD) yang disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae Talbot & Keane, disamping adanya penyakit endemik kanker batang dan busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phytopthora palmivora. Hal tersebut merupakan ancaman yang sangat serius bagi keberlanjutan perkebunan kakao di daerah ini (Ramlan, 2010).
    Kegiatan persiapan lahan meliputi pembersihan alang-alang dan gulma lainnya. Gunakan tanaman penutup tanah (cover crop) terutama jenis polong-polongan seperti Peuraria javanica, Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides & C. caeraleum untuk mencegah pertumbuhan gulma terutama jenis rumputan. Gunakan juga tanaman pelindung seperti Lamtoro, Gleresidae dan Albazia, tanaman ini ditanam setahun sebelum penanaman kakao dan pada tahun ketiga jumlah dikurangi hingga tinggal 1 pohon pelindung untuk 3 pohon kakao (1 : 3)(Kurniawan, 2005).
Tanaman kakao mutlak memerlukan pohon pelindung yang ditanam sebagai tanaman lorong diantara tanaman-tanaman kakao. Terdapat dua macam pohon pelindung yaitu:a)   Pohon pelindung sementara. Pohon ini diperlukan untuk melindungi tanaman kakao muda (belum berproduksi) dari tiupan angin dan sinar matahari. Jenis pohon yang dapat ditanam adalah pisang (Musa paradisiaca), turi (Sesbania sp.), Flemingia congesta atau Clotaralia sp.b)   Pohon pelindung tetapPohon ini harus dipertahankan sepanjang hidup tanaman kakao dan berfungsi sebagai melindungi tanaman kakao yang sudah produktif dari kerusakan sinar matahari dan menghambat kecepatan angin. Jenis pohon yang cocok adalah Lamtoro (Leucena sp.), Sengon Jawa (Albizia stipula), Dadap (Erythrina sp.) dan Kelapa (Cocos nucifera). Pohon pelindung tetap ditanam dengan jarak tanam 6 x 3 m.  Jarak tanam yang diajurkan adalah 3 X 3 m2 dengan kerapatan pohon 1.100 batang pohon/hektar. Jarak ini sangat ideal karena nantinya pohon akan membentuk tajuk yang seimbang sehingga tanaman tidak akan mudah tumbang (Kusmadi, 2004).
Kelangsungan produksi kakao di Indonesia dihadapkan pada masalah hama penggerek buah kakao (PBK, Conopomorpha cramerella Snell.). Luas serangan sampai dengan Juni 2005 telah mencapai 348.753 Ha dari total areal pertanaman kakao 780.000 Ha, dan sudah tersebar hampir di seluruh provinsi penghasil kakao di Indonesia (Komunikasi pribadi dengan Direktorat Perlidungan Perkebunan, 2005) dengan kerugian milyaran rupiah. Kerugian akibat serangan PBK merupakan resultan dari penurunan berat biji, peningkatan persentase biji kualitas rendah, kehilangan hasil dan meningkatnya biaya panen diakibatkan sulitnya memisahkan biji yang terserang dari kulit buahnya (Endang, 2005).
Kondisi tanah demikian, terutama tingginya kelarutan Al dalam tanah, dapat menghambat tumbuh kembangnya tanaman yang ditanam pada tanah ini. Hal tersebut terjadi karena terganggunya perkembangan akar tanaman. Akar tanaman menjadi lebih pendek, ukurannya lebih besar dari pada biasanya, kaku seperti kawat, mudah patah, dan ujung-ujung akar membengkak. Sehingga dengan demikian akar tanaman tidak dapat menyerap air dan unsur hara dengan sempurna yang akan mengakibatkan tanaman mengalami cekaman air, dan defisiensi unsur hara. Di samping itu, tingginya kelarutan Al dalam tanah tersebut menyebabkan rendahnya ketersediaan P bagi tanaman. Unsur P banyak yang diikat oleh Al menjadi bentuk Al-P yang sukar larut (Wahyudi, 2010).
budidaya kakao (Theobroma cacao L.) terus dikembangkan seiring dengan meningkatnya permintaan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Namun demikian pengembangan kakao mengalami hal-hal yang kurang menguntungkan seperti rendahnya mutu biji dan produktivitas yang disebabkan oleh Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha cramerella. C. cramerella adalah hama yang sangat merusak pada tanaman kakao dan dapat menurunkan produksi hingga 90%. Penurunan produksi akibat serangan C. cramerella diperkirakan 60.000 ton per tahun atau setara dengan 90 milyar rupiah. Untuk mengantisipasi kerugian akibat gangguan hama tersebut, maka perlu dilakukan upaya pengendalian yang lebih aplikatif, ramah lingkungan dan dapat menunjang Pembangunan Pertanian serta mendukung program Pengendalian Hama Terpadu. Predator merupakan musuh alami yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai agensia pengendalian hama yang ramah lingkungan (Anshary, 2009).
Beberapa sifat (penciri) dari buah dan biji digunakan dasar klasifikasi dalam sistem taksonomi. Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke dalam empat populasi. Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah tropika adalah anggota subjenis Sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong (oval), pipih dan keping bijinya (kotiledon) berwarna ungu gelap. Mutunya beragam tetapi lebih rendah daripada subjenis cacao. Permukaan kulit buahnya relatif halus karena aluralurnya dangkal (Suwarto dan Octavianty, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Anshary, Alam. 2009. Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha Cramerella Snellen (Teknik Pengendaliannya Yang Ramah Lingkungan). J. Agroland Vol. 16 No. 4: Hal. 258 – 264.

Kusmadi, Rudi.2004. Budidaya Tanaman Perkebunan Tahunan.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Kurniawan, Ahmat. 2005. Teknis budidaya kakao. Penebar swadaya, Jakarta

Purnomo, Heru. 2006. Teknik Perawatan Kakao. Gramedia Press. Surabaya

Ramlan. 2010. Pengelolaan Penyakit Busuk Buah Kakao. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Siregar, T.H.S.; Riyadi, S dan L. Nuraeni. (1998). Budidaya, Pengelohan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. 169 hal

Sudirman, Yahya. 2009. Uji Toleransi Terhadap Salinitas Bibit Beberapa Varietas Kakao (Theobroma Cacao L). Bul. Agr. WIl. XX No. 3

Sulistiowati, Endang. 2005. Pengembangan Teknik Pemantauan Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snell. Pelita Perkebunan 2005, 21(3), 159—168

Suwarto dan Y. Octavianty. 2001. Budi Daya 12 Tanaman Perkebunan Unggulan. Penebar Swadaya: Jakarta

Wahyudi, Imam. 2010. Kajian Perubahan Status Fosfor Tanah Akibat Pemberian Bokashi Kulit Buah Kakao Pada Inseptisols Palolo. J. Agroland Vol. 17 No. 2: Hal. 131 – 137.


BAB 3. METODOLOGI
1.1  Waktu dan Tempat
Praktikum Usaha Budidaya Komoditas Perkebunan Unggul dengan acara “Pembuatan Lubang Tanaman pada Tanaman Kakao di Lapangan” dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012 pada pukul 14.00 WIB sampai selesai bertempat di Jubung Kecamatan Kabupaten Jember.

1.2  Alat dan Bahan
1.2.1        Alat
1.    Cangkul
2.    Sabit
3.    Sekrup
4.    Meteran

1.2.2        Bahan
Bahan organik

1.3  Cara Kerja
1.    Melakukan pembersihan lahan dari gulma, semak belukar dan kayu-kayu kecil, di lapangan dengan menggunakan sabit dan cangkul.
2.    Menentukan titik-titik lubang tanam dengan memperhatikan jarak tanam 3x3 m atau sesuai yang diinginkan dengan menggunakan meteran.
3.    Menggali lubang tanam dengan kedalaman 60 x 60 x 60 cm.
4.    Galian lubang tanam kakao dibiarkan selama kurang lebih 2-3 bulan dengan cara membiarkan tanah galian teronggok disekitar lubang 2-3 bulan.
5.    Melakukan penanaman bibit kakao beserta pemberian pupuk organik dengan menggunakan sekrup setelah lubang tanam dibiarkan selama 2-3 bulan. 


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil


4.2  Pembahasan
Dalam budidaya tanaman kakao hal utama yang harus diperhatikan yakni kondisi tanah dan cara pengolahannya. Pengolahan tanah yang baik akan menentukan perkembangan akar berikutnya, sebab pada awal transplanting media harus remah disesuaikan dengan kondisi media dalam polibag agar adaptasi tanaman lebih baik. Selanjutnya pembuatan lubang tanam kakao, juga harus diperhitungkan baik itu kedalaman atau lebarnya karena akan berdampak pada perkembangan akarnya. Pembuatan lubang tanam ini dilakukan dengan beberapa tahap antara lain:
1.      Menentukan jarak tanam yang digunakan
Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam perlu penemtuan jarak lubang tanam hal ini bertujuan untuk menghindari persaingan hara, cahaya dan penyebaran penyakit pada tanaman. Jarak tanam disesuaikan dengan pola perakaran tanaman dan arah sinar matahari.
2.      Pembersihan gulma/ semak belukar
Pembersihan ini bertujuan untuk memudahkan saat penggalian lubang tanam, serta meminimalisir adanya penyakit atau pathogen yang ada dalam gulma.
3.      Menentukan titik lubang tanam
Setelah ditentukan jarak tanamnya maka dibuat suatu tanda atau ajir sebagai tanda titik tanamnya. Hal ini dilakukan agar lubang tanam yang dibuat sejajar dan sesuai dengan pola tanam yang telah ditentukan.
4.      Menggali lubang tanam
Lubang tanam digali sedalam 60 x 60 x 60 cm, tujuan dibuatnya lubang tanam dengan ukuran tersebut adalah untuk meningkatkan adaptasi tanaman terhadap lingkungan, hal ini karena pada ukuran tersebut media dikondisikan seperti pada polibag sehingga akar tanamn akan beradaptasi dengan baik pada media yang baru.
5.      Memisahkan lapisan TOP soil dan SUB soil
Pada saat penggalian dipisahkan antara lapisan top soil dan sub soilnya dengan rincian 30 cm lapisan top soil pada satu sisi dan 30 cm sub soil disisi lain. Hal ini dilakukan karena nantinya lapisan top soil akan digunakan untuk penimbunan bagian bawah lubang bersama dengan BO dan lapisan sub soil pada bagian atas sehingga kesubuaran media seimbang.
6.      Membiarkan lubang teronggok selama 2-3 bulan
Tujuannya yakni untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan meminimalisir unsure yang bersifat toxic agar tidak meracuni lagi.
7.      Pemberian Bahan Orhanik
Penambahan ini bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah dan mengkondisikan media yang remah untuk memudahkan perkembangan akar.
            Setelah dilakukannya pembuatan lubang tanam maka lubang tanam tersebut dibiarkan selama 2-3 bulan. Tujuan dilakukannya lubang tanam teronggok selama 2-3 bulan ini untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan mengubah unsure-unsur yang bersifat racun (toxic) berubah menjadi tidak meracuni (non-tokxic). Pembiaran lubang tanam ini juga bertujuan agar kondisi tanah lapisan dalam sedikit demi sedikit berubah sifat fisika dan kimianya seperti pada tanah lapisan atas. Ketika terjadi perubahan sifat kimia dan fisika maka tingkat adaptasi tanaman terhadap media yang baru akan lebih tinggi sehingga nantinya pertumbuhan tanaman akan lebih baik. Kondisi media yang optimal akan meningkatkan aktifitas serapan hara nantinya serta meningkatkan aktifitas metabolism tanaman (Kusmadi, 2004).
            Pada saat akan dilakukan transplanting terlebih dahulu dilakukan penambahan bahan organic pada media tanam atau lubang tanam. Penambahan ini diberikan setelah lubang tanam dibiarkan teronggok selama 2-3 bulan. Tujuan utama penambahan Bahan Organik ini adalah untuk memperbaiki struktur tanah pada media tanam untuk adaptasi tanaman yang baik. Secara detail manfaat dari Bahan Organik untuk media tanam antara lain:
1.      Memperbaiki Struktur Tanah
Bahan organic merupakan bahan pengikat air namun tidak sepenuhnya jenuh oleh air sehingga dengan penambahan bahan organic akan membuat tanah memiliki pori yang cukup banyak dengan kelembapan yang seimbang sehingga dalam tanah tersebut kondisi udara dan air akan seimbang. Hal ini sangatlah baik untuk pertumbuhan dan perkembangan akar.
2.      Menyuplai unsure hara
Dal bahan organic terdapat unsure  hara yang kompleks meski dalam jumlah yang relative sedikit. Namun hara yang tersedia pada bahan organic mudah diserap oleh tanaman karena telah mengalami peruraian oleh berbagai macam mikroba. Kebutuhan hara tanaman dapat sepenuhnya terpenuhi karena hara yang terkandung dalam BO adalah hara komplek dari berbagai unsure.
3.      Kandungan Hara (nutrient) yang kompleks
Dalam Bahan Organik unsure hara yang terkandung hanya dalam jumlah yang relative sedikit missal unsure N (nitrogen) dalam Bahan organic hanya berkisar 3%. Namun unsure-unsur lain seperti fosfat (P), kalium (K), magnesim (Mg) dan lainnya terkandung secara lengkap dalam Bahan Organik.
4.      Menjaga kelembapan tanah
Sifat bahan organic yang dapat mengikat air membuat kelembapan tanah akan terjaga sehingga kemungkinan tanah kahat air dapat diminimalisir.
5.      Meningkatkan aktivitas mikroba yang bermanfaat bagi tanaman
Beberapa mikroba bermanfaat bagi tanaman baik itu sebagai agen penambat N, pengurai beberapa unsure atau yang lainnya. Pada umumnya mikroba akan berakumulasi pada daerah yang mengandung BOakanan mikroba. yang merupakan sumber . Oleh karena itu BO akan meningkatkan aktivitas mikroba yang bermanfaat.
            Pada saat pembuatan lubang tanam, dibedakan peletakan lapisan tanah Top soil (30 cm) dan lapisan tanah Sub soil (30 cm). Tindakan tersebut dilakukan karena nantinya lapisan tanah Top soil akan digunakan sepenutup lubang tanam bagian bawah dan lapisan Sub soil untuk penutup bagian atas. Lapisan tanah Top-soil digunakan sebagai penutup bagian bawah karena pada umumnya lapisan tanh Top-soil merupakan bagian tanah yang mengandung banyak mikroorganisme, mengandung paling banyak unsure hara serta memiliki kandungan udara yang paling tinggi disbanding lapisan tanah lainnya. Selain itu lapisan Top-soil mengandung bahan organic yang cukup banyak. Oleh karena itu, lapisan ini diletakkan pada bagian bawah agar aeasi dan drainase lapisan bawah terpenuhi serta kebutuhan hara tetap tercukupi. Sedangkan lapisan Sub-soil diletakkan pada bagian atas karena merupakan bagian tanah yang lembab yang umumnya bersifat asam serta kurang subur dengan aerasi yang kurang baik. Oleh karena itu, diletakkan pada bagian atas agar berubah sifat menjadi oksidatif seta dapat terakumulasi dengan bahan organic yang berada pada lapisan atas.


BAB 5. PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1.      Lubang tanam dibuat dengan cara menyiapkan titik tanam kemudian menggali tanah dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm serta membedakan antara lapisan top soil dan sub soilnya.
2.      Lubang tenam dibiarkan teronggok  selama 2-3 bulan agar sifat tanah yang reduktif berubah menjadi oksidatif serta mengubah suasana toxic menjadi non-toxic.
3.      Manfaat utama pemberian bahan organik yakni untuk memperbaiki struktur tanah dan menambah suplai unsure hara pada tanah.
4.      Lapisan Top-soil diletakkan pada bagian bawah karena banyak mengandung banyak mikroorganisme, bahan organic seta aerasi yang baik. Sub-soil pada bagian atas karena tanahnya lembab dan bersifat asam.

5.2  Saran
Pemilihan lokasi praktikum utamanya tempat penggalian diusahakan pada lokasi tanah yang cukup gembur agar proses praktikum/ penggalian lebih cepat dilakukan.

Pembuatan Lubang Tanaman pada Tanaman Kakao di Lapangan


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kakao (theobroma cacao L) merupakan jenis tanaman perkebunan yang cukup mudah dibudidayakan. Persyaratan tumbuh tanaman ini tidak terlalu rumit, hanya meliputi kesesuaian lahan dan karakteristik lingkungan saja. . Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki keasaman (pH) 6-7,5, tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4; Air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu, kedalam air tanah diisyaratkan minimal 3 m. Faktor kemiringan lahan sangat menentukan kedalaman air tanah. Pembuatan teras pada lahan yang kemiringannya 8% dan 25% masing-masing dengan lebar minimal 1 m dan 1,5 m. Sedangkan lahan yang kemiringannya lebih dari 40% sebaiknya tidak ditanami cokelat. Media Tanam Daerah yang cocok untuk penanaman cokelat adalah lahan yang berada pada ketinggian 200-700 m dpl. Jika dilihat dari karakteristiknya pembudidayaan tanaman kakao cukup mudah dilakukan sehingga hanya permasalahan permodalan yang menjadi permasalahan utamanya. Oleh karena itu sebagian besar tanaman kakao ini dibudidayakan oleh perkebunan pemerintah dan beberapa pihak suasta yang memiliki cukup modal.
Untuk mendapatkan media yang sesuai dengan tanaman kakao perlu dilakukan pengolahan tanah yang baik. Pengolahan lahan tersebut meliputi pembersihan lahan dari gulma dan kayu-kayuan kecil. Pembersihan ini berujuan untuk menghindarkan adanya kontaminasi penyakit atau pathogen yang dimungkinkan berada dalam tanaman. Selain itu pembersihan bertuuan untuk mempermudah pembuatan lubang tanam saat pemindahan bibit kakao. Lubang tanam kakao umumnya dibuat dengan ukuran kedalaman 60 x 60 x 60 cm. ukuran ini sudah dianggap memadai untuk mendukung adaptasi perakaran bibit dengan kondisi lapang. Namun ukuran lubang tanam pada tanah tanah yang teksturnya lebih berat tanah dengan kadar lempung cukup tinggi ukuran lubang perlu diperbesar agar perakaran bibit memiliki waktu untuk beradaptasi lebih lama dengan lingkungan fisik perakaran. Selain itu, sebaiknya lubang tanam tidak dibuat ketika tanah dalam kondisi sangat basah, terutama pada tanah bertekstur berat sebab hal ini dapat mengakibatkan perkembangan akar menjadi terganggu/terhambat.
Pembuatan lubang ini dilakukan jauh disawal sebelum dilakukannya pemindahan bibit ke lapang. Pembuatan lubang tanam dilakukan 3-6 bulan sebelum transplanting dengan membiarkan tanah terjemur selama 2-3 bulan. Hal ini bertujuan untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan unsure-unsur yang bersifat racun (toxit) berubah menjadi tidak meracuni (non-toxit). Setidaknya sebelum tanam tanah galian dikembaliakn kedalam lubang agar kondisi tanah berada dalam keseimbangan dengan kondisi lingkungan sekitar. Pada saat pengembalian tanah galian usahakan dilakukan pencampuran bahan organic yang bertujuan untuk meningkatkan hara dalam tanah. Selain itu, tambahan bahan organic juga dapat memperbaiki tekstur tanah sehingga dapat berperan baik dalam perkembangan akar. Bahan organic yang diberikan ini dapat berupa seresah, kotoran hewan ataupun campuran keduanya. Dengan ditambahkannya bahan organic akan memperbaiki aerasi dan drainase tanah sehingga nantinya akar akan tercukupi kebutuhan air dan udaranya.

1.2  Tujuan
1.      Mahasiswa mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan lubang tanam.
2.      Mengetahui teknik cara pembuatan lubang tanam.
3.      Mahasiswa dapat menentukan pola tanam dan jarak tanam yang ideal untuk penanaman tanaman kakao di lapang.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Sifat biologi tanah belum menjadi pertimbangan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan, karena hubungannya belum banyak diketahui secara pasti. Secara tidak langsung sifat tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Keasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar 5,6-6,8. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu di atas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya simpan lengas tanah. Tingginya kemampuan absorpsi menandakan bahwa daya pegang tanah terhadap unsur-unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk diserap akar tanaman. (Sudirman,2006).
Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulkcocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Siregar, 2006).
Sifat-sifat tanah yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara mikro dan makro tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, PH atau keasaman tanah, dan kadar bahan organik relatif mudah diperbaiki dengan teknologi yang ada. Sementara itu, sifat tanah yang meliputi tekstur, struktur, konsistensi, kedalaman efektif tanah (slum), dan akumulasi endapan suatu (konkresi) relatif sulit diperbaiki meskipun teknologi perbaikannya telah ada (Purnomo, 2006).
Perawatan kebun kakao merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar memperoleh produksi biji kakao yang tinggi dan terus berkelanjutan. Perawatan yang harus diprioritaskan, untuk tujuan seperti memperbaiki kondisi vegetatif tanaman kakao, meningkatkan produktivitas dan kesinambungan produksi hingga umur ekonomisnya sekitar 28 tahun dan menjaga kelestarian tanah dan lingkungannya, adalah pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Perawatan kebun kakao ini terbagi atas dua fase, yaitu perawatan dalam fase  tanaman belum menghasilkan (TBM) dan fase tanaman menghasilkan (TM). Perawatan dalam fase TBM adalah pembersihan gulma secara manual pada piringan tanaman, pemupukan, pemangkasan penaung tetap dan penaung sementara, pemangkasan bentuk tanaman kakao, dan pengendaliah hama maupun penyakit (Semangun, 2000).
Kakao merupakan salah satu komoditas pertanian yang peranannya sangat penting bagi perekonomian regional Sulawesi Barat, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja, sumber pendapatan petani dan devisa Negara. Namun sejak beberapa tahun terakhir, produktivitas perkebunan kakao di daerah ini mulai menurun dan peranannya mulai memudar karena adanya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), Conopomorpha cramerella Snell (Lepidoptera; Gracillariidae). Belum tuntas masalah PBK, muncul lagi penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD) yang disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae Talbot & Keane, disamping adanya penyakit endemik kanker batang dan busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phytopthora palmivora. Hal tersebut merupakan ancaman yang sangat serius bagi keberlanjutan perkebunan kakao di daerah ini (Ramlan, 2010).
    Kegiatan persiapan lahan meliputi pembersihan alang-alang dan gulma lainnya. Gunakan tanaman penutup tanah (cover crop) terutama jenis polong-polongan seperti Peuraria javanica, Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides & C. caeraleum untuk mencegah pertumbuhan gulma terutama jenis rumputan. Gunakan juga tanaman pelindung seperti Lamtoro, Gleresidae dan Albazia, tanaman ini ditanam setahun sebelum penanaman kakao dan pada tahun ketiga jumlah dikurangi hingga tinggal 1 pohon pelindung untuk 3 pohon kakao (1 : 3)(Kurniawan, 2005).
Tanaman kakao mutlak memerlukan pohon pelindung yang ditanam sebagai tanaman lorong diantara tanaman-tanaman kakao. Terdapat dua macam pohon pelindung yaitu:a)   Pohon pelindung sementara. Pohon ini diperlukan untuk melindungi tanaman kakao muda (belum berproduksi) dari tiupan angin dan sinar matahari. Jenis pohon yang dapat ditanam adalah pisang (Musa paradisiaca), turi (Sesbania sp.), Flemingia congesta atau Clotaralia sp.b)   Pohon pelindung tetapPohon ini harus dipertahankan sepanjang hidup tanaman kakao dan berfungsi sebagai melindungi tanaman kakao yang sudah produktif dari kerusakan sinar matahari dan menghambat kecepatan angin. Jenis pohon yang cocok adalah Lamtoro (Leucena sp.), Sengon Jawa (Albizia stipula), Dadap (Erythrina sp.) dan Kelapa (Cocos nucifera). Pohon pelindung tetap ditanam dengan jarak tanam 6 x 3 m.  Jarak tanam yang diajurkan adalah 3 X 3 m2 dengan kerapatan pohon 1.100 batang pohon/hektar. Jarak ini sangat ideal karena nantinya pohon akan membentuk tajuk yang seimbang sehingga tanaman tidak akan mudah tumbang (Kusmadi, 2004).
Kelangsungan produksi kakao di Indonesia dihadapkan pada masalah hama penggerek buah kakao (PBK, Conopomorpha cramerella Snell.). Luas serangan sampai dengan Juni 2005 telah mencapai 348.753 Ha dari total areal pertanaman kakao 780.000 Ha, dan sudah tersebar hampir di seluruh provinsi penghasil kakao di Indonesia (Komunikasi pribadi dengan Direktorat Perlidungan Perkebunan, 2005) dengan kerugian milyaran rupiah. Kerugian akibat serangan PBK merupakan resultan dari penurunan berat biji, peningkatan persentase biji kualitas rendah, kehilangan hasil dan meningkatnya biaya panen diakibatkan sulitnya memisahkan biji yang terserang dari kulit buahnya (Endang, 2005).
Kondisi tanah demikian, terutama tingginya kelarutan Al dalam tanah, dapat menghambat tumbuh kembangnya tanaman yang ditanam pada tanah ini. Hal tersebut terjadi karena terganggunya perkembangan akar tanaman. Akar tanaman menjadi lebih pendek, ukurannya lebih besar dari pada biasanya, kaku seperti kawat, mudah patah, dan ujung-ujung akar membengkak. Sehingga dengan demikian akar tanaman tidak dapat menyerap air dan unsur hara dengan sempurna yang akan mengakibatkan tanaman mengalami cekaman air, dan defisiensi unsur hara. Di samping itu, tingginya kelarutan Al dalam tanah tersebut menyebabkan rendahnya ketersediaan P bagi tanaman. Unsur P banyak yang diikat oleh Al menjadi bentuk Al-P yang sukar larut (Wahyudi, 2010).
budidaya kakao (Theobroma cacao L.) terus dikembangkan seiring dengan meningkatnya permintaan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Namun demikian pengembangan kakao mengalami hal-hal yang kurang menguntungkan seperti rendahnya mutu biji dan produktivitas yang disebabkan oleh Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha cramerella. C. cramerella adalah hama yang sangat merusak pada tanaman kakao dan dapat menurunkan produksi hingga 90%. Penurunan produksi akibat serangan C. cramerella diperkirakan 60.000 ton per tahun atau setara dengan 90 milyar rupiah. Untuk mengantisipasi kerugian akibat gangguan hama tersebut, maka perlu dilakukan upaya pengendalian yang lebih aplikatif, ramah lingkungan dan dapat menunjang Pembangunan Pertanian serta mendukung program Pengendalian Hama Terpadu. Predator merupakan musuh alami yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai agensia pengendalian hama yang ramah lingkungan (Anshary, 2009).
Beberapa sifat (penciri) dari buah dan biji digunakan dasar klasifikasi dalam sistem taksonomi. Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke dalam empat populasi. Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah tropika adalah anggota subjenis Sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong (oval), pipih dan keping bijinya (kotiledon) berwarna ungu gelap. Mutunya beragam tetapi lebih rendah daripada subjenis cacao. Permukaan kulit buahnya relatif halus karena aluralurnya dangkal (Suwarto dan Octavianty, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Anshary, Alam. 2009. Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha Cramerella Snellen (Teknik Pengendaliannya Yang Ramah Lingkungan). J. Agroland Vol. 16 No. 4: Hal. 258 – 264.

Kusmadi, Rudi.2004. Budidaya Tanaman Perkebunan Tahunan.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Kurniawan, Ahmat. 2005. Teknis budidaya kakao. Penebar swadaya, Jakarta

Purnomo, Heru. 2006. Teknik Perawatan Kakao. Gramedia Press. Surabaya

Ramlan. 2010. Pengelolaan Penyakit Busuk Buah Kakao. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Siregar, T.H.S.; Riyadi, S dan L. Nuraeni. (1998). Budidaya, Pengelohan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. 169 hal

Sudirman, Yahya. 2009. Uji Toleransi Terhadap Salinitas Bibit Beberapa Varietas Kakao (Theobroma Cacao L). Bul. Agr. WIl. XX No. 3

Sulistiowati, Endang. 2005. Pengembangan Teknik Pemantauan Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snell. Pelita Perkebunan 2005, 21(3), 159—168

Suwarto dan Y. Octavianty. 2001. Budi Daya 12 Tanaman Perkebunan Unggulan. Penebar Swadaya: Jakarta

Wahyudi, Imam. 2010. Kajian Perubahan Status Fosfor Tanah Akibat Pemberian Bokashi Kulit Buah Kakao Pada Inseptisols Palolo. J. Agroland Vol. 17 No. 2: Hal. 131 – 137.


BAB 3. METODOLOGI
1.1  Waktu dan Tempat
Praktikum Usaha Budidaya Komoditas Perkebunan Unggul dengan acara “Pembuatan Lubang Tanaman pada Tanaman Kakao di Lapangan” dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012 pada pukul 14.00 WIB sampai selesai bertempat di Jubung Kecamatan Kabupaten Jember.

1.2  Alat dan Bahan
1.2.1        Alat
1.    Cangkul
2.    Sabit
3.    Sekrup
4.    Meteran

1.2.2        Bahan
Bahan organik

1.3  Cara Kerja
1.    Melakukan pembersihan lahan dari gulma, semak belukar dan kayu-kayu kecil, di lapangan dengan menggunakan sabit dan cangkul.
2.    Menentukan titik-titik lubang tanam dengan memperhatikan jarak tanam 3x3 m atau sesuai yang diinginkan dengan menggunakan meteran.
3.    Menggali lubang tanam dengan kedalaman 60 x 60 x 60 cm.
4.    Galian lubang tanam kakao dibiarkan selama kurang lebih 2-3 bulan dengan cara membiarkan tanah galian teronggok disekitar lubang 2-3 bulan.
5.    Melakukan penanaman bibit kakao beserta pemberian pupuk organik dengan menggunakan sekrup setelah lubang tanam dibiarkan selama 2-3 bulan. 


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil


4.2  Pembahasan
Dalam budidaya tanaman kakao hal utama yang harus diperhatikan yakni kondisi tanah dan cara pengolahannya. Pengolahan tanah yang baik akan menentukan perkembangan akar berikutnya, sebab pada awal transplanting media harus remah disesuaikan dengan kondisi media dalam polibag agar adaptasi tanaman lebih baik. Selanjutnya pembuatan lubang tanam kakao, juga harus diperhitungkan baik itu kedalaman atau lebarnya karena akan berdampak pada perkembangan akarnya. Pembuatan lubang tanam ini dilakukan dengan beberapa tahap antara lain:
1.      Menentukan jarak tanam yang digunakan
Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam perlu penemtuan jarak lubang tanam hal ini bertujuan untuk menghindari persaingan hara, cahaya dan penyebaran penyakit pada tanaman. Jarak tanam disesuaikan dengan pola perakaran tanaman dan arah sinar matahari.
2.      Pembersihan gulma/ semak belukar
Pembersihan ini bertujuan untuk memudahkan saat penggalian lubang tanam, serta meminimalisir adanya penyakit atau pathogen yang ada dalam gulma.
3.      Menentukan titik lubang tanam
Setelah ditentukan jarak tanamnya maka dibuat suatu tanda atau ajir sebagai tanda titik tanamnya. Hal ini dilakukan agar lubang tanam yang dibuat sejajar dan sesuai dengan pola tanam yang telah ditentukan.
4.      Menggali lubang tanam
Lubang tanam digali sedalam 60 x 60 x 60 cm, tujuan dibuatnya lubang tanam dengan ukuran tersebut adalah untuk meningkatkan adaptasi tanaman terhadap lingkungan, hal ini karena pada ukuran tersebut media dikondisikan seperti pada polibag sehingga akar tanamn akan beradaptasi dengan baik pada media yang baru.
5.      Memisahkan lapisan TOP soil dan SUB soil
Pada saat penggalian dipisahkan antara lapisan top soil dan sub soilnya dengan rincian 30 cm lapisan top soil pada satu sisi dan 30 cm sub soil disisi lain. Hal ini dilakukan karena nantinya lapisan top soil akan digunakan untuk penimbunan bagian bawah lubang bersama dengan BO dan lapisan sub soil pada bagian atas sehingga kesubuaran media seimbang.
6.      Membiarkan lubang teronggok selama 2-3 bulan
Tujuannya yakni untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan meminimalisir unsure yang bersifat toxic agar tidak meracuni lagi.
7.      Pemberian Bahan Orhanik
Penambahan ini bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah dan mengkondisikan media yang remah untuk memudahkan perkembangan akar.
            Setelah dilakukannya pembuatan lubang tanam maka lubang tanam tersebut dibiarkan selama 2-3 bulan. Tujuan dilakukannya lubang tanam teronggok selama 2-3 bulan ini untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan mengubah unsure-unsur yang bersifat racun (toxic) berubah menjadi tidak meracuni (non-tokxic). Pembiaran lubang tanam ini juga bertujuan agar kondisi tanah lapisan dalam sedikit demi sedikit berubah sifat fisika dan kimianya seperti pada tanah lapisan atas. Ketika terjadi perubahan sifat kimia dan fisika maka tingkat adaptasi tanaman terhadap media yang baru akan lebih tinggi sehingga nantinya pertumbuhan tanaman akan lebih baik. Kondisi media yang optimal akan meningkatkan aktifitas serapan hara nantinya serta meningkatkan aktifitas metabolism tanaman (Kusmadi, 2004).
            Pada saat akan dilakukan transplanting terlebih dahulu dilakukan penambahan bahan organic pada media tanam atau lubang tanam. Penambahan ini diberikan setelah lubang tanam dibiarkan teronggok selama 2-3 bulan. Tujuan utama penambahan Bahan Organik ini adalah untuk memperbaiki struktur tanah pada media tanam untuk adaptasi tanaman yang baik. Secara detail manfaat dari Bahan Organik untuk media tanam antara lain:
1.      Memperbaiki Struktur Tanah
Bahan organic merupakan bahan pengikat air namun tidak sepenuhnya jenuh oleh air sehingga dengan penambahan bahan organic akan membuat tanah memiliki pori yang cukup banyak dengan kelembapan yang seimbang sehingga dalam tanah tersebut kondisi udara dan air akan seimbang. Hal ini sangatlah baik untuk pertumbuhan dan perkembangan akar.
2.      Menyuplai unsure hara
Dal bahan organic terdapat unsure  hara yang kompleks meski dalam jumlah yang relative sedikit. Namun hara yang tersedia pada bahan organic mudah diserap oleh tanaman karena telah mengalami peruraian oleh berbagai macam mikroba. Kebutuhan hara tanaman dapat sepenuhnya terpenuhi karena hara yang terkandung dalam BO adalah hara komplek dari berbagai unsure.
3.      Kandungan Hara (nutrient) yang kompleks
Dalam Bahan Organik unsure hara yang terkandung hanya dalam jumlah yang relative sedikit missal unsure N (nitrogen) dalam Bahan organic hanya berkisar 3%. Namun unsure-unsur lain seperti fosfat (P), kalium (K), magnesim (Mg) dan lainnya terkandung secara lengkap dalam Bahan Organik.
4.      Menjaga kelembapan tanah
Sifat bahan organic yang dapat mengikat air membuat kelembapan tanah akan terjaga sehingga kemungkinan tanah kahat air dapat diminimalisir.
5.      Meningkatkan aktivitas mikroba yang bermanfaat bagi tanaman
Beberapa mikroba bermanfaat bagi tanaman baik itu sebagai agen penambat N, pengurai beberapa unsure atau yang lainnya. Pada umumnya mikroba akan berakumulasi pada daerah yang mengandung BOakanan mikroba. yang merupakan sumber . Oleh karena itu BO akan meningkatkan aktivitas mikroba yang bermanfaat.
            Pada saat pembuatan lubang tanam, dibedakan peletakan lapisan tanah Top soil (30 cm) dan lapisan tanah Sub soil (30 cm). Tindakan tersebut dilakukan karena nantinya lapisan tanah Top soil akan digunakan sepenutup lubang tanam bagian bawah dan lapisan Sub soil untuk penutup bagian atas. Lapisan tanah Top-soil digunakan sebagai penutup bagian bawah karena pada umumnya lapisan tanh Top-soil merupakan bagian tanah yang mengandung banyak mikroorganisme, mengandung paling banyak unsure hara serta memiliki kandungan udara yang paling tinggi disbanding lapisan tanah lainnya. Selain itu lapisan Top-soil mengandung bahan organic yang cukup banyak. Oleh karena itu, lapisan ini diletakkan pada bagian bawah agar aeasi dan drainase lapisan bawah terpenuhi serta kebutuhan hara tetap tercukupi. Sedangkan lapisan Sub-soil diletakkan pada bagian atas karena merupakan bagian tanah yang lembab yang umumnya bersifat asam serta kurang subur dengan aerasi yang kurang baik. Oleh karena itu, diletakkan pada bagian atas agar berubah sifat menjadi oksidatif seta dapat terakumulasi dengan bahan organic yang berada pada lapisan atas.


BAB 5. PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1.      Lubang tanam dibuat dengan cara menyiapkan titik tanam kemudian menggali tanah dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm serta membedakan antara lapisan top soil dan sub soilnya.
2.      Lubang tenam dibiarkan teronggok  selama 2-3 bulan agar sifat tanah yang reduktif berubah menjadi oksidatif serta mengubah suasana toxic menjadi non-toxic.
3.      Manfaat utama pemberian bahan organik yakni untuk memperbaiki struktur tanah dan menambah suplai unsure hara pada tanah.
4.      Lapisan Top-soil diletakkan pada bagian bawah karena banyak mengandung banyak mikroorganisme, bahan organic seta aerasi yang baik. Sub-soil pada bagian atas karena tanahnya lembab dan bersifat asam.

5.2  Saran
Pemilihan lokasi praktikum utamanya tempat penggalian diusahakan pada lokasi tanah yang cukup gembur agar proses praktikum/ penggalian lebih cepat dilakukan.