Kebun Bunga

menyediakan bunga, pohon, dan bibit tanaman buah

Kamis, 19 April 2012

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGELOLAAN LAHAN KELAPA SAWIT

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGELOLAAN LAHAN KELAPA SAWIT
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati posisi pertama produsen sawit dunia. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi. Pelaku usahatani kelapa sawit di Indonesia terdiri dari perusahaan perkebunan besar swasta, perkebunan Negara dan perkebunan rakyat. Usaha perkebunan kelapa sawit rakyat umumnya dikelola dengan model kemitraan dengan perusahaan besar swasta dan perkebunan negara (inti –plasma).
Kelapa Sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang memilikiberbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanamanlain. Keunggulan tersebut di antaranya memiliki kadar kolesterol rendah, bahkantanpa kolesterol.Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupaminyak mentah (CPO atau Crude Palm Oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO atau Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna (jernih). CPO atauPKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng danmargarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas),industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif (minyak diesel).
Khusus untuk perkebunan sawit rakyat, permasalahan umum yang dihadapi antara lain rendahnya produktivitas dan mutu produksinya. Produktivitas kebun sawit rakyat rata-rata 16 ton Tandan Buah Segar (TBS) per ha, sementara potensi produksi bila menggunakan bibit unggul sawit bisa mencapai 30 ton TBS/ha. Produktivitas CPO (Crude Palm Oil) perkebunan rakyat hanya mencapai rata-rata 2,5 ton CPO per ha dan 0,33 ton minyak inti sawit (PKO) per ha, sementara di perkebunan negara rata-rata menghasilkan 4,82 ton CPO per hektar dan 0,91 ton PKO per hektar, dan perkebunan swasta rata-rata menghasilkan 3,48 ton CPO per hektar dan 0,57 ton PKO per hektar. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas perkebunan sawit rakyat tersebut adalah karena teknologi produksi yang diterapkan masih relatif sederhana, mulai dari pembibitan sampai dengan panennya. Dengan penerapan teknologi budidaya yang tepat, akan berpotensi untuk peningkatan produksi kelapa sawit.
Pada dasarnya pembudidayaan kelapa sawit dapat dilakukan pada berbagai jenis tanah yang ada di Indonesia. Keberhasilan pembudidayaan ini bergantung pada bagaimana pengolahan dan metode budidayanya. Hal yang mendasar yang menjadi masalah utama pada budidaya kelapa sawit yakni kurang kondusifnya pada pengolahan tanah sehingga dapat mengganggu pertumbuhan kelapa sawit. Pada kondisi tanah yang kurang mendukung pun kelapa sawit dapat diusahakan agar dapat berproduktifitas dengan baik, misalnya pada lahan gambut. Budidaya kepala sawit di lahan gambut mempunyai suatu tantangan tersediri. Lahan gambut merupakan lahan yang berpotensi tinggi, namun dalam kondisi tidur. Hal ini dapat diketahui bahwa kandungan bahan organik di dalam lahan gambut sangat tinggi, bahan tersebut merupakan sumber unsur hara yang sangat potensial. Jika melihat dari kompleksnya kandungan tanah gambut maka tidak salah jika diusahakan melakukan pembudidayaan kelapa sawit pada lahan tersebut. Pokok permasalahan yang harus diatasi dalam budidaya kelapa sawit pada lahan gambut yakni teknik pengolahan lahan yang tepat serta pola penanaman yang disesuaikan dengan kondisi lahan dan lingkungan lahan. Selain itu pada lahan gambut juga perlu diperhatikan penataan irigasinya sebagai penunjang sarana tumbuh tanaman.

1.2 Tujuan
1.      Untuk mengetahui cara pengolahan lahan gambut pasang surut pada budidaya kelapa sawit.
2.      Untuk mengetahui metode pembudidayaan kelapa sawit yang dapat diterapkan pada lahan gambut pasang surut.



BAB 2. PEMBAHASAN
Permasalahan umum pada lahan gambut adalah sebagai berikut:
1. Permasalahan bahwa unsur hara pada lahan gambut dalam kondisi tidak dapat diserap oleh tanaman dikarenakan adanya keasaman tanah, dan beberapa unsur terikat dampak dari proses penimbunan dan perendaman yang beratus-ratus tahun.
2. Kandungan unsur hara tertentu yang berasal dari tanah relatif sangat sedikit. Walaupun dibutuhkan tanaman relatif sedikit, namun karena ketersediaan di lahan tidak mencukupi maka tanaman yang ada di atasnya sering mengalami kekurangan unsur tersebut yang berdampak pada proses metabolisme dan kesehatan tanaman.
3. Kandungan unsur-unsur racun bagi tanaman dan hewan  yang merupakan dampak dari keasaman tanah tersebut. Secara proses kimiawi hidroksida akan diikat, sedangkan unsur-unsur kation yang biasanya berupa logam menjadi terlepas yang menjadi senyawa racun bagi tanaman, hewan dan manusia.
4. Kandungan air yang ada di lahan gambut. Struktur lahan gambut tidak padat, yaitu terdiri dari  sisa-sisa tanaman yang tidak membusuk secara total. Sehingga antara satu bagian dengan bagian lainnya mempunyai rongga.  Pada saat lahan digenangi air maka seluruh lapisan terisi air. Kondisi ini terjadi beratus tahun karena lahan gembut biasanya pada lahan yang tergenang air  yang tidak teralirkan. Upaya membuat drainase dan mengalirkan air yang menggenang akan berdampak pada mengalirnya seluruh air yang ada di lahan tersebut. Sehingga lahan menjadi kering kerontang.
5. Ketebalan gambut berpengaruh terhadap tanaman. Tekstur lahan tidak mantap, banyak rongga, bahan berasal dari materi tanaman, kandungan tanah alam sangat sedikit atau bahka tidak ada. Untuk tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan besar, maka ketebalan gambut menjadi masalah. Lahan gambut pada umumnya tidak padat, sehingga tanaman besar dapat miring atau bahkan rubuh jika ditanam di lahan gambut.
Penanganan awal pada lahan gambut pasang surut yang dapat dilakukan yakni:
1. Proses fisik: dilakukan dengan membangun/menata lahan sehingga drainase dan pembentukan lahan untuk media tanaman tersedia.  Lahan yang semula digenangi air, maka dilakukan drainase yang membuat lahan tidak tergenang lagi. Jika ada tanaman di atasnya maka tanaman dapat tumbuh dan tidak terganggu dengan adanya air yang tergenang. Pembangunan drainase ini dinamakan tata air makro dan tata air mikro. Proses ini tetap dilakukan karena pembenahan fisik sangat diperlukan.
2. Proses kimia: dilakukan pada lahan-lahan yang mempunyai keasaman tinggi atau pH rendah, maka berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Dalam kondisi tertentu membuat tanaman tidak dapat tumbuh. Upaya perlakukan yang digunakan adalah memberikan kapur tohor dan dolomit. Proses ini membutuhkan waktu yang relatif lama dan membutuhkan materi kapur dan dolomit relatif banyak. Sedangkan hasil yang dicapai masih meragukan, jika kondisi keasaman sangat kuat justru kapur menggumpal dan lahan tidak berubah.
3. Proses pembakaran: Proses ini sering dilakukan untuk penanganan lahan gambut. Proses ini diawali dengan mengalirkan air yang tergenang dengan membuat saluran drainase. Setelah kering lahan dibakar. Dampak yang ditimbulkan dengan proses pembakaran ini adalah: (1) hilangnya timbunan unsur hara (gambut) yang bernilai milyaran jika dikonversikan dengan harga pupuk an organik. (2) tanah menjadi sangat miskin, dan biasanya jika digunakan untuk lahan pertanian memerlukan unsur tambahan termasuk nitrogen yang seharusnya melimpah di lahan gambut. (3) berpengaruh terhadap emisi carbon yang sangat ini semarak dibicarakan.
Langkah-Langkah Penerapan Teknologi
1.      Siapkan lahan yang akan digunakan.
2.      Dilakukan pengolahan lahan
a.  Pembuatan tanggul besar yang behubungan langsung dengan sungai utama.
b.  Pembagian areal lahan menjadi beberapa blok (misal 4 blok).
c.  Pembutan parit cacingan/ parit serapan air pasang surut (pembutan parit menggunakan sistim 2-1).
d. Pembuatan saluran air yang menghubungkan setiap blok dan 2 saluran yang menghubungkan lahan dengan sungai utama.
e.  Penataan akses transportasi dan jalan pasar pikul/ jalan produksi.
3.      Pemancangan lahan yang disesuaikan dengan arah sinar matahari.
4.      Pancang diusahakan menggunakan metode mata 5.
5.      Pada setiap pancang dibuat tapak timbun/ timbunan melingkar dengab r= 1,5 m dan t= 50 cm.
6.      Penanaman kelapasawit pada tapak timbun (pemberian pospat ± 250 gr/lubang.
7.      Dilakukan pemupukan awal urea dan Tsp.
8.      Menjaga kebersihan lahan/ areal piringan kelapa sawit.
9.      Dilakukan pemangkasan daun
a.  Pemangkasan buah pasir.
b.  Pemangkasan produksi.
10.  Pemanenan dan pemasaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar